JAKARTA – Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) pada Kamis (11/1) menggelar sidang perdana terkait dugaan genosida yang dilakukan Israel di Gaza.
Agenda tersebut menyusul gugatan yang dilayangkan pada Desember lalu oleh Afrika Selatan–yang kemudian menjadi negara pertama yang menyeret Israel ke ICJ untuk masalah ini.
Sidang yang diadakan di Den Haag, Belanda, itu menyaksikan tim pengacara Afrika Selatan membeberkan berbagai kondisi yang menguatkan tuduhan tersebut.
Termasuk yang disampaikan oleh pengacara Adila Hassim, yang menyebut bahwa Israel telah melanggar Pasal II Konvensi Genosida.
Langkah tegas Afrika Selatan ini mendapat dukungan dari banyak negara dan organisasi internasional di dunia.
Turki, Yordania, Bolivia, dan Malaysia adalah beberapa negara yang mendukung langkah tersebut.
Sementara itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menjadi salah satu organisasi internasional yang bersikap sejalan.
Lantas, bagaimana sikap Indonesia dalam hal ini?
Disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal, Indonesia mendukung penuh upaya tersebut “secara moral dan politis”.
Secara hukum sendiri, sayangnya, Indonesia tidak bisa memberikan dukungan karena tidak termasuk dalam daftar negara yang meratifikasi Konvensi Genosida.
Melansir laman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Konvensi Genosida adalah instrumen hukum internasional yang untuk pertama kalinya mengkodifikasikan kejahatan genosida.
Konvensi Genosida adalah perjanjian hak asasi manusia pertama yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 9 Desember 1948 dan menandakan komitmen komunitas internasional untuk ‘tidak pernah lagi’ melakukan kekejaman yang dilakukan selama Perang Dunia Kedua.
Penerapannya menandai langkah penting menuju pengembangan hak asasi manusia internasional dan hukum pidana internasional seperti yang dikenal sekarang.
Meskipun tidak bisa memberikan dukungan secara hukum, Indonesia lewat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan menyampaikan pendapat terkait hal ini di hadapan ICJ.
Menteri Retno dijadwalkan untuk menghadiri agenda pada Februari mendatang dan menyampaikan pendapat, yang nantinya dapat mendorong mahkamah untuk memberikan advisory opinion sebagaimana yang diminta Majelis Umum PBB.
“Pertanyaan dari General Assembly ini yang memungkinkan Indonesia untuk memberikan opini di depan ICJ,” ujarnya.
“Jadi ini dua hal yang terpisah. Track yang dilakukan oleh Afrika Selatan dan track yang sedang diupayakan berdasarkan pertanyaan dari General Assembly kepada ICJ, di mana Indonesia dimungkinkan untuk hadir dan memberikan opini, di situlah kita akan masuk,” tegasnya.