19.4 C
Indonesia

Tenaga Nuklir Bagi Jepang Sebelum dan Sesudah Tragedi Fukushima

Must read

JEPANG – Ketergantungan Jepang terhadap nuklir dimulai pada tahun 1954 lalu. Dana sebesar 230 juta yen dialokasikan pemerintah untuk mendanai program nuklir ini, dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Tokai sebagai PLTN pertama di Jepang.

Semenjak itu, pemerintah Jepang terus membangun reaktor-reaktor nuklir guna mengalirkan listrik ke seluruh negeri.

Mereka bahkan tidak terpengaruh dengan kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl yang terjadi pada 1986.

Baca Juga:

Pada pertengahan tahun 1990-an, beberapa insiden nuklir terjadi, yang kemudian membuat pandangan sebagian masyarakat terhadap energi ini berubah.

Mereka mulai memprotes dan menolak rencana pemerintah untuk membangun reaktor nuklir baru.

Pemerintah Jepang “baru menyadari” betapa membahayakannya energi ini setelah 3 reaktor PLTN Fukushima meledak pada Maret 2011.

Meskipun gempa bumi dan tsunami yang terjadi saat itu dapat dikatakan sebagai penyebab utama ledakan, masyarakat tetap menyalahkan pihak PLTN dan pemerintah karena dianggap tidak dapat mengatasinya.

Seperti yang diketahui, Jepang adalah negara yang sangat berpotensi mengalami gempa bumi dari waktu ke waktu.

Bagi daerah yang berdekatan dengan laut, ancaman tsunami juga tentunya selalu menghantui.

Direktur Center for International Studies, Massachusetts Institute of Technology, Richard J. Samuel, dalam sebuah wawancara dengan CNN pada 2011 lalu, memaparkan alasan ketergantungan Jepang terhadap nuklir.

Menurutnya, Jepang tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menghasilkan energi yang besar.

Jepang tidak mempunyai minyak, kehabisan batu bara, dan tidak memiliki gas alam cair pada 1950-an.

Semua pihak yang memiliki andil dalam pengembangan energi ini, setidaknya para ahli, mengetahui risiko geografi negaranya serta mengetahui sejarah buruk ledakan nuklir pada Perang Dunia II.

Akan tetapi, mereka mengesampingkan kedua hal tersebut.

“Mereka sadar bila ingin menjadi pemain global mereka perlu tenaga yang besar. Mereka pun tertarik untuk mengembangkan tenaga nuklir,” papar Samuel.

Murahnya energi nuklir juga dinilai sebagai alasan lain di balik ketergantungan Jepang terhadap energi ini.

Setelah tragedi Fukushima, pemerintah menutup semua PLTN.

80% orang Jepang saat itu menyatakan bahwa mereka anti nuklir dan tidak lagi mempercayai informasi dari pemerintah mengenai radiasi.

Ribuan orang bahkan turun ke jalanan Tokyo dan meneriakkan “Selamat tinggal energi nuklir” sebagai bentuk protes mereka.

Dukungan agar pemerintah menutup atau mengurangi PLTN terus bergulir.

Akan tetapi, sebagian PLTN kembali diaktifkan beberapa waktu setelahnya.

Bertahun-tahun setelah kejadian, pemerintah Jepang terus berupaya lepas dari ketergantungan tersebut.

Mereka mulai melirik sumber daya lain agar tetap dapat mengaliri listrik ke depannya. Salah satunya adalah biomassa.

Tahun 2030 ditargetkan menjadi tahun terakhir Jepang menggunakan nuklir sebagai pembangkit listrik.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru