20.6 C
Indonesia

Deputy Head Media Relations LSPR: Menteri Usir Wartawan Adalah Bentuk Kegagalan Kepala Biro Humas Kementerian Pertanian Dalam Menjalankan Tugasnya

Kementerian Pertanian dinilai tidak menghargai waktu wartawan. Selain itu Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri juga anti terhadap media

Must read

JAKARTA – Seseorang yang bekerja di bidang public relations (PR) atau di Indonesia lebih akrab disebut sebagai hubungan masyarakat (Humas), seharusnya memiliki kemampuan koordinasi yang sempurna.

Demikian dikatakan oleh Deputy Head of Media Relations, Communication Reputation Department – IKB LSPR (London School of Public Relations) Jakarta, Rizka Septiana menanggapi tentang pengusiran yang dilakukan oleh tim kementerian pertanian terhadap wartawan yang diundang untuk meliput kegiatan mereka di gudang biji pinang CV Indokara di Jalan Suak Kandis, Desa Pudak III, Kumpe Ulu, Kabupaten Muaro Jambi pada Sabtu (6/11) lalu.

“Artinya ini kurang koordinasi antara internalnya (Kementerian Pertanian) dan dari tim internal kurang koordinasi dengan eksternal khususnya media person,” ungkap Rizka saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu.

Baca Juga:

Menurut Rizka, banyak hal dalam sisi kehumasan yang dilanggar oleh Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kuntoro Boga Andri dalam menjalankan tugasnya. Diantaranya dengan tidak menghargai profesi wartawan serta profesinya sendiri sebagai seorang Humas.

“Itu jelas banget kalau peranan wartawan dalam pekerjaan ataupun profesi Humas. Dengan adanya saling paham tentang profesi masing-masing, maka engagement antar pihak itu pasti based on trust, respect dan hasilnya mutual understanding dan outputnya pemberitaan positif dan outcomenya adalah support dari media yang notabene reputasi diri atau perusahaan positif dan goal Humas tercapai (dianggap menjadi sumber berita yang kredibel, dan legit),” ungkap Rizka lagi.

Tak hanya di dunia kehumasan, lanjut Rizka, seharusnya menghargai profesi orang lain seharusnya jadi landasan setiap orang. Sayangnya banyak orang yang mengabaikan hal semacam ini.

Dalam melaksanakan tugas, peran dan fungsi masing-masing profesi, lanjut Rizka, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian seharusnya dilandasi dengan rasa menghargai satu sama lain, sehingga mengurangi kesalahpahaman di setiap perilaku atau aksi yang dilakukan.

Kurangnya informasi di dalam kasus ini, masih kata Rizka, pun bisa menjadi salah satu alasan terjadinya kesalahpahaman antara pihak yang berada di lapangan.

“Dan ya, ini bisa menjadi pembelajaran yang baik bukan hanya untuk pekerja Humas, melainkan kepada semua pihak. Saling menghargai profesi ataupun kepentingan masing-masing sebagai landasan kita bersikap maupun berkarya akan menciptakan engagement yang solid,” ungkap Pengurus Pusat Perhumas ini.

Kementerian Pertanian Harus Hargai Waktu Wartawan

Rizka menjelaskan bahwa sikap kementerian pertanian terhadap wartawan di Jambi terjadi karena Kepala Biro Humas dan Informasi Publik yang dipakai untuk menjadi jembatan dengan media tidak menghargai waktu wartawan.

Menurutnya salah satu teori yang dilupakan oleh Kuntoro Boga Andri adalah dengan melupakan teori yang kehumasan yang diungkapkan oleh Jefkins, dimana pengertian humas adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niatan baik (good will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap publiknya.

“Media adalah salah satu publik atau khalayak dari Humas,” ungkapnya.

Media relations atau relasi media adalah salah satu fungsi Humas, berupa macam-macam kegiatan menjalin dan membina hubungan baik dengan media massa seperti pelaksanaan press conference, media gathering, media reception, media visit ataupun pembuatan press release,” ungkapnya.

Dengan adanya saling menghargai profesi dan kepentingan satu sama lain, lanjut Rizka, maka akan tercipta hubungan yang seimbang (mutual) yang dilandasi oleh rasa saling percaya.

Humas, kata Rizka, juga tidak boleh menilai wartawan dari uang. Karena tugas seorang humas adalah membantu hubungan yang kokoh dengan reporter ataupun institusi media. Hal semacam itu menurutnya jauh lebih efektif ketimbang menjalin hubungan berdasarkan amplop atau uang.

“Hal ini harus didasari oleh keterbukaan, kejujuran, kerjasama dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.

“Media massa membutuhkan pihak yang kompeten dan mempunyai kredibilitas tinggi. Dengan Humas membangun reputasinya sebagai orang yang dapat dipercaya maka Humas akan menjadi sumber informasi yang diakui oleh teman-teman media. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan materi yang media massa butuhkan yang akurat dan sesuai fakta, maka komunikasi timbal balik yang saling menguntungkan dan pengertian satu sama lain akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara,” ungkapnya.

Apa Yang Terjadi Bila Humas Sangat Anti Pada Media?

Kata Rizka, apabila seseorang yang bergerak di bidang kehumasan ternyata sangat anti pada media maka fungsi Humas sebagai media relations tidak akan berjalan dengan baik.

Ia menekankan bahwa pekerjaan seorang Humas bertujuan untuk membangun dan mempertahankan adanya saling pengertian antara organisasi dan publiknya serta membangun komunikasi dua arah yang lancar dan juga menjaga reputasi perusahaan yang baik.

Ia mengatakan seorang Humas akan dianggap gagal bila hanya menganggap media sebagai interlocutor karena media massa bukan hanya sekedar tempat lalu lalang informasi namun juga menjadi partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

“Hal diatas memperlihatkan kita bahwa peranan media massa yang luas, pemberitaan yang dibuat oleh media massa menjadi konsumsi publik dan mampu memberikan pengaruh pada sudut pandang masyarakat dan menciptakan opini publik,” ungkap Rizka.

Menurut Rizka, tim kehumasan kementerian pertanian harus lebih memahami peran media sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh McQuail (1994). Dimana disebutkan bahwa terdapat enam perspektif peran media massa yang harus dipelajari oleh seseorang yang mengaku sebagai Humas.

Pertama, media massa sebagai window on event and experience, dimana media dipandang sebagai jendela yang memberikan informasi sekaligus pengalaman kepada khalayak.

Kedua media massa sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection, dimana media dilihat sebagai cermin berbagai peristiwa yang terjadi (sesuai fakta yang ditemukan) dan dapat merefleksikan apa adanya.

Ketiga, media massa sebagai filter atau gate keeper, dimana pihak penyeleksi berbagai informasi untuk diperhatikan atau tidaknya.

Keempat, media massa sebagai interprete ataupun penunjuk jalan dari ketidakpastian, atau memberikan alternatif yang beragam.

Kelima, media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi kepada masyarakat sehingga adanya umpan balik (respon/tanggapan).

Ketujuh, media massa sebagai interlocutor, yakni bukan hanya sekedar tempat lalu lalang informasi namun juga menjadi partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru