JAKARTA – Permintaan kecambah kelapa sawit saat ini sedang tinggi. Demikian dikatakan oleh Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjen Perkebunan Saleh Mochtar dalam acara Webinar “Socfindo Menyapa Petani Sawit, Pastikan Benih yang Anda Tanam Bibit Unggul” yang merupakan kerjasama Media Perkebunan dengan PT Socfin Indonesia beberapa waktu lalu.
“Setiap hari saya mendapat permohonan Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa Sawit (SP2BKS), terutama dari produsen benih dalam rangka pembesaran,” kata Saleh.
Permohonan SP2BKS kepada Ditjenbun, lanjut Saleh, bila kebutuhan kecambahnya diatas 200.000 butir baik oleh perusahaan perkebunan maupun produsen benih dalam rangka pembesaran benih dapat melalui kerjasama dengan pemilik varietas atau sumber benih.
“Ini momen yang bagus. Banyaknya SP2BKS ke Ditjenbun menunjukkan banyak permintaan untuk mengkecambahkan benih,” katanya lagi.
Saleh menyambut baik niat PT Socfindo melakukan sosialisasi varietas unggul yang dimilikinya kepada petani lewat webinar ini. Produsen lain yang jumlah totalnya 19 diharapkan melakukan hal yang sama supaya petani mengerti dan menggunakan benih unggul.
Saleh menjelaskan bahwa kapasitas produksi 19 produsen kecambah adalah 200 juta butir sedang serapan pasar hanya 50 persen saja. Indonesia sudah swasembada bahkan berlebih dalam kecambah sawit sehingga produsen di dorong untuk mengekspor.
Saleh juga mengapresiasi Socfindo yang setiap tahunnya mengekspor 3,5 juta kecambah ke berbagai negara. Karena menurutnya benih unggul harus sudah dilepas oleh menteri pertanian dan berasal dari kebun induk yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Saleh minta agar dalam webinar tersebut ditambahkan topik pembahasan benih tanaman yang bermutu.
“Hal ini sejalan dengan program Dirat Perbenihan. Bermutu artinya bersertifikat,” ungkapnya.
Saat ini, masih kata Saleh, pemerintah sedang melaksanakan PSR (Peremajaan Sawit Rakyat). Dengan target 180.000 hektar per tahun selama 5 tahun, realisasinya masih 220.000 hektar.
Salah satu kendala belum tercapainya target ini adalah tidak tersedia benih pada saat diperlukan. Kendala ini diakui Saleh tengah diatasi lembaganya sehingga realisasi PSR bisa dipercepat.
Saleh mengatakan bahwa saat ini benih illegitim juga masih banyak yang beredar. Oleh karena itu, Ia berharap agar petani peserta PSR benar-benar mendapatkan benih unggul bermutu, bukan benih abal-abal.
“Di Jambi kemarin sudah ditangkap komplotan penjual benih ilegitim yang menyasar petani peserta PSR,” ungkapnya.
Dalam era digital ini salah satu sistim pemasaran dari pembuat benih ilegitim ini adalah penjualan secara online lewat platform market place. “Saleh mengaku sudah memeriksa 19 produsen yang ternyata tidak ada satupun yang menjual kecambah lewat platform market place.
“Karena itu jangan membeli benih secara online dari market place,” katanya.
Saleh meminta agar tiap petani harus paham kerugian yang akan mereka tanggung bila menggunakan benih ilegitim. Karena salah satu kerugian yang akan dialami petani adalah produktivitas sawitnya pasti rendah karena asal-usulnya tidak jelas.
“Ini merupakan benih terpelanting dari pohon sawit untuk produksi bukan untuk benih,” katanya.
Saleh mengungkapkan bahwa Ditjen Perkebunan sangat memberi perhatian pada penggunaan benih unggul bermutu. Produktivitas kelapa sawit saat ini masih 3,6 ton per hektar padahal potensinya seharusnya mencapai 6-8 ton minyak per hektar. Peran benih sangat signifikan dalam upaya peningkatan produktivitas, sekitar 40-60% bila ditambah dengan penerapan GAP (Good Agricultural Practices).
“Awal yang baik berasal dari benih yang baik. Kalau benihnya jelek dipupuk berapa tonpun tidak akan meningkatkan produktivitas. Benih bukan segalanya tetapi segalanya dimulai dari benih. Kalau benihnya baik kebunnya pasti baik asal dirawat sesuai GAP,” tandasnya.