JEPANG – Tomohiro Kato, pelaku pembantaian di Distrik Akihabara, Tokyo, Jepang, pada tahun 2008 lalu, disebutkan akan menghadapi eksekusi gantung dari otoritas Jepang. Eksekusi ini akan menjadi eksekusi pertama Jepang sepanjang tahun ini.
Dilansir dari AFP, kabar ini disampaikan oleh stasiun televisi setempat NHK dan sejumlah outlet media lokal lainnya. Akan tetapi, Kementerian Kehakiman Jepang menolak mengonfirmasi hal tersebut.
Peristiwa itu bermula dari Kato yang menabrakkan truk yang dikendarainya ke kerumunan orang di distrik elektronik top tersebut.
Ia bahkan telah menabrak lima orang dengan truk itu setelah menerobos lampu merah.
Setelah membuat kekacauan pertama, ia turun dari truk dan mulai menikam orang secara asal dengan belati. Aksinya ini menewaskan tujuh orang dan melukai 10 lainnya.
“Saya datang ke Akihabara untuk membunuh orang-orang. Tidak peduli siapa yang akan saya bunuh,” ungkap Kato kepada polisi saat itu.
Kato ditangkap di lokasi kejadian setelah tersudut di gang sempit. Todongan pistol polisi membuatnya menjatuhkan pisau dan dapat ditangkap.
Kato ditahan di pos polisi Manseibashi. Dua hari kemudian, ia dikirim ke Kantor Kejaksaan Umum Distrik Tokyo. Ia pun didakwa atas pasal pembunuhan 12 hari usai kejadian.
Kepolisian setempat menyatakan Kato mendokumentasikan perjalanannya ke Akihabara dalam sebuah forum buletin internet.
Dia mengetik pesan dengan ponselnya sembari mengemudikan truk dan mengeluhkan pekerjaannya yang tidak stabil juga kesendiriannya.
Kato dijatuhi hukuman mati pada tahun 2011 oleh Pengadilan Distrik Tokyo. Ia sempat mengajukan banding pada tahun 2015 namun justru menerima penguatan dakwaan oleh Pengadilan Tinggi Jepang.
Serangan yang dilakukannya saat itu pun tercatat sebagai pembunuhan massal paling buruk yang terjadi di Jepang selama tujuh tahun.
Kepercayaan diri yang menurun drastis
Dilansir dari detik, Kato diketahui sebagai anak dari seorang bankir. Ia tumbuh tumbuh besar di Prefektur Aomori, Jepang bagian utara.
Ia adalah lulusan dari sekolah menengah unggulan, namun gagal masuk universitas dan akhirnya mendapat pelatihan sebagai montir mobil.
Jaksa penuntut setempat menyebut kepercayaan diri Kato menurun drastis setelah seorang wanita yang mengobrol dengannya secara online tiba-tiba berhenti menghubunginya usai Kato mengirimkan foto dirinya.
Kemarahan Kato, lanjut jaksa, kepada masyarakat umum semakin memuncak ketika komentarnya pada sebuah forum buletin internet, termasuk soal rencananya untuk melakukan pembunuhan, tidak mendapatkan reaksi sama sekali.
Di Jepang, eksekusi mati dilakukan dengan cara digantung. Negara ini pun menjadi salah satu dari sedikit negara maju yang tetap mempertahankan hukuman mati.
Disebutkan bahwa dukungan publik terhadap hukuman mati tetap tinggi meskipun banyak kritik berdatangan dari dunia internasional, terutama kelompok-kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM).
Desember 2021 lalu, otoritas Jepang menghukum gantung tiga narapidana.