BELARUS – Belarus mengirimkan ribuan imigran-imgran yang putus asa ke perbatasan dengan Polandia dalam upaya memusuhi Uni Eropa atas sanksi yang dijatuhkan kepada mereka tahun lalu.
Keberadaan imigran tersebut keberadaannya didorong oleh Presiden Belarus Alexander Lukashenko dan kerap disebut sebagai serangan hibrida terhadap Uni Eropa. Pada akhirnya situasi ini menjadi sangat sulit bagi Uni Eropa karena blok tersebut tengah berjuang dengan persoalan internalnya sendiri.
VOX merilis bahwa sanksi baru terhadap Belarus telah ditetapkan pada November 2021 dengan target maskapai dan pejabat yang bertanggung mendatangkan para imigran itu ke Belarus.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Presiden Belarus seharusnya memahami bahwa tindakannya sekarang aka Ia bayar dengan harga yang mahal.
Meski telah mengutarakan pernyataan demikian, namun Ia tidak menjelaskan secara rinci apakah Uni Eropa aka menghalangi Belarus yang bukan anggota Uni Eropa. Belarus sendiri sering disebut sebagai negara diktator terakhir di wilayah tersebut.
Belarus juga sering menjadi negara penyulut krisis di sepanjang perbatasan Polandia – Belarus.
Pihak berwenang Polandia mengatakan sekitar 3.000 – 4.000 imigran telah datang ke Belarus setelah pemerintah Belarus melonggarkan aturan visa pada Agustus 2021 lalu. Imigran ini umumnya berasal dari Timur Tengah seperti Irak, Suriah, Yaman dan Afghanistan.
Aturan baru dari pemerintah Belarus itu membuat para imigran melintas lebih aman ke perbatasan negara-negara Uni Eropa.
Para imigran ini mencoba meninggalkan tempat-tempat seperti Sulaimaniya di Kurdistan, Irak. Mereka telah menerima visa Belarus dan membeli tiket menuju Ibukota Belarus, yakni Minks di salah satu maskapai penerbangan milik Belarus.
The New York Times mencatat para imigran ini telah bekerja di kantor-kantor pemerintahan dan bahkan menjalankan bisnis perhotelan.
Tetapi bantuan kemanusiaan terhadap para imigran ini tidak pernah ada karena Presiden Belarus justru mendorong mereka ke perbatasan Polandia, Latvia dan Lithuania. Tujuannya agar Uni Eropa mencabut sanksi yang diberikan kepada Belarus.
Belarus juga dianggap telah mengambil tindakan langsung untuk mempersulit tetangganya di Uni Eropa: The New York Times melaporkan bahwa pasukan keamanan Belarusia telah menginstruksikan para imigran agar membawa alat-alat seperti pemotong kawat dan kapak untuk mendobrak pagar perbatasan.
Pada hari Sabtu, jurnalis Belarusia Tadeusz Giczan mentweet bahwa pasukan Belarusia berusaha menghancurkan pagar di perbatasan Polandia dan menggunakan laser dan lampu berkedip agar mata tentara Polandia yang sedang bertugas disana terkecoh untuk sementara. Dengan demikian para imigran gelap ini dapat lewat melintasi perbatasan.
Terlepas dari upaya Belarus memaksa para imigran gelap masuk ke negara-negara Uni Eropa, sebagian besar dari mereka yang saat ini berada di perbatasan terjebak di sana dengan bekal terbatas.
Saat musim dingin tiba, para imigran tidur di tenda, seringkali dengan pakaian dan persediaan yang tidak memadai, dan negara-negara Uni Eropa sejauh ini menolak mereka masuk.
Setidaknya sembilan orang telah meninggal, beberapa diantara mereka kondisinya makin buruk dan tidak bisa bertahan saat musim dingin tiba nanti.
Apa yang ingin dicapai oleh Presiden Belarus?
Terlepas dari parahnya krisis kemanusiaan yang terjadi di perbatasan Belarusia, tujuan Presiden Belarus Lukashenko tampaknya bersifat politis.
Presiden orang kuat itu sangat ingin membawa UE ke meja perundingan mengenai sanksi yang dijatuhkan setelah ia terpilih kembali secara tidak adil tahun lalu dan memaksa blok Uni Eropa mengakuinya sebagai pemimpin sah di Belarus.
Terlepas dari keluhannya yang lebih baru, ancaman Lukashenko untuk membuka perbatasan negaranya semakin jauh.
“Dia sebenarnya mengancam akan melakukan ini selama bertahun-tahun, jauh sebelum krisis politik 2020,” ujar Artyom Shraibman, seorang analis politik yang berbasis di Minsk dan seorang sarjana non residen di Carnegie Endowment for International Peace’s Moscow Center, mengatakan kepada Vox November lalu.
“Setiap kali Uni Eropa mengkritiknya, setiap kali Barat mengkritiknya, dia mengulangi rantai argumen yang sama dengan mengatakan bahwa saya tidak menghargainya, bahwa saya membela Anda dari para migran ilegal, saya membela Anda dari perdagangan narkoba, Saya menjaga perbatasan timur Anda, dan Anda tidak berterima kasih,” kata Shraibman menirukan perilaku Presiden Belarus.
Tetapi Lukashenko tidak memenuhi ancamannya sampai tahun 2021, setelah Uni Eropa memberikan sanksi kepada Lukashenko, putranya dan penasihat keamanan nasional Viktor, dan 179 individu dan entitas lainnya, karena pemilihan presiden Belarus dinyatakan curang dan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi tahun lalu.
Meskipun ia tetap menjabat, pemilihan tahun lalu melihat cengkeraman Lukashenko selama 25 tahun pada kekuasaan mulai terkikis.
Ketika Svetlana Tikhanovskaya, pemimpin oposisi Belarus saat ini yang merupakan pendatang baru di politik pada saat itu mengadakan kampanye untuk menggulingkan Lukashenko. Kampanye itu tampaknya paling berhasil diantara yang lainnya.
Tikhanovskaya yang baru memasuki perlombaan setelah suaminya, Sergei, ditangkap oleh rezim, berhasil menyatukan oposisi Belarus dengan platform perubahan demokratis dan menghilangkan korupsi dan ketidaksetaraan sosial.
Bukti menunjukkan bahwa strategi Tikhanovskaya mungkin berhasil. Beberapa jajak pendapat dari pemilihan Agustus 2020 lalu menunjukkan bahwa dia memenangkan 80 persen suara.
Lukashenko, bagaimanapun, menyatakan kemenangan dan menindak protes yang meletus di seluruh negeri atas pernyataannya serta memaksa Tikhanovskaya untuk diasingkan di Lithuania sambil memenjarakan para pemimpin oposisi lainnya.
Kebrutalan reaksi Lukashenko, ditambah kebohongan mencolok yang Ia ungkapkan ke publik mendorong Uni Eropa mengambil tindakan keras terhadap rezimnya dengan menerapkan langkah-langkah yang semakin ketat sejak Oktober tahun lalu.
Status paria Belarus meningkat lebih jauh di musim semi ini setelah penerbangan Ryanair dipaksa turun oleh jet tempur Belarus.
Akibat dari kejadian itu dua penumpang dari pesawat yang merupakan jurnalis Roman Protasevich dan pacarnya, Sofia Sapega ditahan oleh rezim. Jurnalis ini dianggap tidak mendukung keputusan Lukashenko.
Kejadian tersebut membuat Uni Eropa melarang maskapai penerbangan Belarusia melintas bandara di wilayah udara mereka.
Lukashenko akhirnya melanjutkan ancamannya dengan membuka arus imigran untuk masuk ke negaranya untuk menghentikan sanksi Uni Eropa tersebut.
Max Fisher dari The New York Times menunjukkan bahwa arus pengungsi dari negara-negara perbatasan bukanlah masalah baru bagi Uni Eropa. Hal ini yang membuat Uni Eropa memberikan insentif kepada Libya, Turki dan Sudan agar mencegah para migran masuk, terlepas dari biaya keuangan dan hak asasi manusia.