NEPAL – Otoritas Penerbangan Sipil Nepal (CAAN) mengonfirmasi bahwa kotak hitam pesawat Tara Airlines yang jatuh pada hari Minggu (29/5) kemarin telah ditemukan.
Tim pencari pertama kali menemukan lokasi kecelakaan pada hari Senin (30/5), lalu menyusul penemuan 19 penumpang dan 3 awak penerbangan yang diangkutnya sejak saat itu.
4 orang di antaranya adalah orang India, 2 orang Jerman, dan sisanya adalah 16 orang berkebangsaan Nepal.
Seperti yang diketahui, pesawat tersebut tengah dalam penerbangan berdurasi 20 menit ketika kehilangan kontak dengan kontrol lalu lintas udara lima menit sebelum mendarat.
“Perekam suara kokpit, juga dikenal sebagai kotak hitam pesawat telah ditemukan dari lokasi kecelakaan,” ujar juru bicara CAAN Deo Chandra Lal Karna kepada BBC Nepal.
“Kami sedang bersiap untuk menerbangkan kotak hitam ke Kathmandu dari helikopter,” imbuhnya.
Salah seorang anggota tim penyelamat setempat Indra Singh Sherchan mengatakan bahwa pemandu gunung dan pejabat keamanan telah “memotong” kotak hitam dari puing-puing pesawat yang “terjebak di tebing gunung”.
Pesawat yang dibuat oleh perusahaan pesawat Kanada de Havilland itu berangkat dari kota wisata Pokhara sekitar pukul 09.55 waktu setempat pada hari Minggu menuju Jomsom–situs wisata dan ziarah yang populer.
Berita hilangnya pesawat tersebut lantas memicu agenda pencarian untuk pesawat dan seluruh penumpangnya, yang sayangnya disertai cuaca buruk dan medan pegunungan yang sulit.
Lokasi jatuhnya pesawat baru teridentifikasi pada hari Senin, yaitu di distrik Mustang, Nepal utara, menandai berakhirnya pencarian selama hampir 24 jam.
Liburan keluarga yang naas
Empat warga negara India telah diidentifikasi sebagai keluarga dari orang tua yang bercerai dan dua anak mereka, yang bepergian bersama untuk liburan keluarga.
Menurut BBC Marathi, para korban tersebut berasal dari kota Thane di negara bagian Maharashtra.
Mereka telah diidentifikasi sebagai Ashok Tripathi (suami), Vaibhavi Bandekar Tripathi (istri), serta kedua anak mereka Dhanush dan Ritika Tripathi.
“Setelah perceraian, keluarga menghabiskan 10 hari bersama sesuai perintah pengadilan,” ungkap inspektur polisi senior Uttam Sonawane kepada BBC Marathi. Ia diketahui cukup akrab dengan keluarga itu.
“Mereka pergi berlibur setiap tahun,” lanjutnya.
“Mereka semua sangat senang dengan tur Nepal,” tutur Sagar Acharya, manajer tur dari perusahaan Nepal Kailash Vision Trek.
“Kami sedang duduk di pesawat. Kami akan menelepon Anda ketika kami sampai di sana. [Itu adalah] kata-kata terakhirnya,” imbuhnya.
Nepal memiliki catatan penuh kecelakaan penerbangan, sebagian karena perubahan cuaca yang tiba-tiba dan landasan terbang yang terletak di medan berbatu yang sulit diakses.
Pelatihan yang tidak memadai dan perawatan yang buruk juga mengganggu catatan keselamatan udaranya, mendorong Uni Eropa untuk melarang penerbangan semua maskapai Nepal di wilayah udaranya.
Pada awal tahun 2018, sebuah penerbangan AS-Bangla yang membawa 71 orang dari Dhaka di Bangladesh terbakar saat mendarat di Kathmandu. 51 orang dinyatakan tewas.
Baru-baru ini, tiga orang tewas dalam kecelakaan pesawat pada April 2019 ketika pesawat membelok dari landasan pacu dan menabrak helikopter yang tidak bergerak di Bandara Lukla.
Bandara tersebut sejatinya telah dinilai sebagai salah satu landasan pacu yang paling sulit untuk dinavigasi karena anginnya yang kencang dan letaknya yang berada di ketinggian 2.845 m (9,333 kaki).
Sumber: BBC