24.2 C
Indonesia

Ekonom: Serapan Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian Menurun, Food Estate Buang-Buang Anggaran

Must read

Dr. Ichsanuddin Noorsy (Foto: Istimewa/ THE EDITOR)

JAKARTA – Presiden Joko Widodo seharusnya mulai khawatir saat jumlah serapan tenaga kerja di sektor pertanian terus menurun. Demikian dikatakan oleh Ekonom Senior Ichsanuddin Noorsy saat berbincang dengan The Editor, Senin (29/6).

“Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurun di tahun 2021 ini,” ungkap Noorsy.

Menurutnya, Presiden Jokowi seharusnya tahu bahwa dengan menurunnya serapan tenaga kerja di sektor pertanian maka kontribusi pertanian pada ekonomi juga menurun. Padahal di periode kerja 2014-2019 Indonesia mendapat rapor bagus dalam bidang ekspor komoditi pertanian. Ia mempertanyakan mengapa turun lagi di periode baru ini.

Baca Juga:

Noorsy mengungkapkan serapan tenaga kerja di sektor pertanian menurun dari 49,3 persen menjadi 29,59 persen. Hal ini terjadi karena terjadinya urbanisasi di kalangan remaja dan pemuda di pedesaan.

“Padahal di periode kerja sebelumnya data ekspor pertanian sangat tinggi,” ungkap Noorsy.

Paket Stimulus Joe Biden Hanya Untungkan Pengusaha Bukan Petani

Selain itu, Jokowi menurutnya harus memperhatikan kondisi ekonomi global saat ini. Ia berharap Jokowi berhati-hati dengan program paket stimulus yang dijalankan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Karena komoditas harga internasional membaik tidak menjamin pada perbaikan ekonomi petani kecil di Indonesia.

Noorsy mengungkapkan bahwa paket stimulus Joe Biden ini hanya akan menguntungkan petani besar yang bergerak di bidang penanaman sawit, kopi dan cokelat. Petani kecil yang sehari-hari bergerak di bagian tanaman pangan dipastikan olehnya tidak akan merasakan paket stimulus tersebut.

Perlu diketahui, Joe Biden akan menggelontorkan suntikan dana sebesar Rp 27.000 triliun untuk masyarakat dan dunia usaha. Rencana ini dilakukan untuk memperbaiki kondisi perekonomian Amerika Serikat yang goyah akibat peningkatan penyebaran pandemi virus corona di negara Paman Sam tersebut.

“Yang mengungkit harga pertanian baik itu hanya perusahaan sawit, kopi dan cokelat. Bisa dilihat siapa pemilik cokelat dan pabrik cokelat? Jadi penikmatnya (kebijakan paket stimulus Joe Biden) hanya pabrik cokelat, bukan petani cokelat,” ungkap Noorsy.

“Jadi yang menikmati membaiknya harga komoditas pertanian ini bukan petani,” tambahnya lagi.

Food Estate Buang-Buang Anggaran

Jokowi menurut Noorsy sejauh ini belum mengambil langkah yang konkret. Pasalnya kebijakan membangun Food Estate yang dijalankan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo justru menghambur-hamburkan uang negara. Selain itu Jokowi dinilai hanya ingin menguntungkan petani besar saja.

“Food estate tidak bisa dilakukan di Kalimantan karena kondisi tanah yang tidak mendukung. Berdasarkan pengalaman saya studi 10 tahun di Sumatera Barat dan Kalimantan Barat diketahui bahwa lahan gambut itu hanya cocok untuk sawit,” jelas Noorsy.

Noorsy meminta pemerintah sadar bahwa mengolah lahan gambut butuh keahlian khusus dan mahal biayanya. Menurutnya selama ini perusahaan yang ahli dalam pengolahan lahan gambut adalah Grup Wilmar. Dari studinya di Kalimantan Barat, Noorsy menemukan bila lahan di provinsi tersebut hanya cocok untuk ditanami pohon jarak saja.

Food estate tidak bisa di kalimantan karena kondisi tanah yang tidak mendukung,” jelasnya.

Noorsy juga menilai Jokowi mengabaikan pertumbuhan tenaga kerja pertanian. Menurutnya menteri pertanian mengabaikan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor ini dengan melakukan pembiaran petani pindah ke sektor lain.

“Benih juga tidak ada ditemukan pada petani,” ungkapnya.

Negara Agraris Tapi Tidak Swasembada Pangan

Ia mengingatkan juga bahwa sistem bercocok tanam hidroponik yang saat ini tengah digemari oleh kalangan menengah tidak akan mengubah apapun di petani kecil. Jadi Ia berharap Jokowi dan Yasin Limpo lebih inovatif lagi dalam mendorong sektor pertanian.

“Perubahan iklim mempengaruhi perikanan, pertanian dan perkebunan. Hingga saat ini pemerintah tidak memiliki kebijakan untuk mengatasi cuaca ekstrim. Kalau pakai hidroponik mungkin tidak ada masalah, tapi berapa banyak sih yang sanggup pakai?” tanya Noorsy.

Ia berharap Jokowi tidak jadikan Indonesia sebagai negara konsumen produk pertanian negara lain seperti Singapura dan Malaysia. Perlu diketahui global food security index Indonesia tahun 2020 berada di urutan no.4 atau lebih rendah dari Singapura dan Malaysia yang bukan negara agraris.

Agar tidak terjadi lagi, Noorsy berharap menteri pertanian jadikan prestasi ekspor di periode 2014-2019 sebagai contoh kerja.

“Jangan sampai Indonesia hanya jadi konsumen. Masa global food security index kalah dengan Singapura dan negara lain di Asia? Masa Indonesia no.4 padahal lahan kita luas,” tutupnya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru