21.7 C
Indonesia

Forum 57 Pastor Katolik Pribumi Dari Lima Keuskupan Se-Regio Papua: Otonomi Khusus Sudah Tidak Relevan Diterapkan Di Tanah Papua

Must read

PAPUA – Forum 57 Pastor Katolik Pribumi dari lima Keuskupan Se-Regio Papua di Tanah Papua menilai otonomi khusus sudah tidk relevan digunakan di masa modern ini. Pasalnya, banyak aturan dan Undang-Undang otonomi khusus yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Mama penjual pinang di Pasar Yotefa di Jayapura (Foto diambil tanggal 5 April 2014/Elitha Evinora Tarigan)

Misalnya, Pasal 1 yang menyatakan bahwa Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasal ini menegaskan bahwa wilayah Provinsi Papua adalah seluruh wilayah Provinsi Irian Jaya yang batas-batasnya ditegaskan dalam Penjelasan UU Otsus.

“Kenyataannya saat ini, pasal dan bagian umum dari penjelasan UU Otsus sudah tidak relevan lagi, karena secara faktual telah berdiri dua Provinsi, yakni Papua dan Papua Barat,” ujar Penanggung Jawab forum Pastor Alberto John Bunay dalam keterangan yang diterima redaksi The Editor, Rabu (22/7) siang.

Baca Juga:

Ia juga menyoroti kewenangan DPRP Papua yang diatur dalam Pasal 7 UU Otsus, dimana sejak diselenggarakannya pemilihan Gubernur secara langsung di Papua pada 2006, maka dengan sendirinya aturan tersebut menjadi tidak relevan. Karena pasal tersebut menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, khususnya ayat 1 yang juga menyebutkan dapat memilih para utusan Provinsi Papua sebagai anggota MPR RI.

“Sejak dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui Pemilu 2004, utusan daerah dalam MPR RI tidak dikenal lagi. Anggota DPD dipilih langsung oleh Rakyat berdasarkan Pencalonan Personal dalam pemilu,” jelasnya.

Forum 57 Pastor Katolik Pribumi dari lima Keuskupan Se-Regio Papua juga menyoroti Pasal 19, 20, 21 yang menjadi dasar bagi kehadiran Majelis Rakyat Papua (MRP) di Papua. MRP merupakan representasi kultural Orang Asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak warga pribumi Papua. Sayangnya, aturan tersebut justru menjadi persoalan serius sejak diakuinya keberadaan Provinsi Papua Barat.

Undang-Undang otonomi khusus mendefenisikan orang asli Papua hanya berasal dari rumpun Ras Melenesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan atau orang yang diterima sebagai orang asli Papua. Dengan pengertian seperti itu, MRP merupakan representasi dari seluruh orang yang berasal dari rumpun Ras Melanesia di Tanah Papua. Konsekuensinya, MRP juga harus memiliki tugas dan wewenang dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap semua Gubernur dan kebijakan yang berbentuk Perdasus dan Perdasi yang ada di Tanah Papua.

“Sekarang kewenangan ini tidak bisa dijalankan oleh MRP, karena dalam pemilihan Gubernur Papua Barat, para calonnya tidak berdasarkan pertimbangan MRP. Selain itu, MRP juga tidak bisa mengawasi Pemerintah Papua Barat karena MRP tidak dinyatakan untuk Provinsi tersebut,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, pasal-pasal yang masuk ke dalam BAB IX tentang keuangan, jika tidak diubah juga akan menjadi masalah di masa datang. Apakah Provinsi Papua masih berwewenang untuk menerima pendapatan dari daerah yang saat ini sudah menjadi Provinsi Papua Barat?

“Hal ini terkait dengan prosentase penerimaan Provinsi Papua yang dinyatakan dalam Pasal 34 yaitu pendapatan asli daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perimbangan dalam rangka Otsus,” kata Pastor Alberto.

Pastor Alberto mengungkapkan persoalan lain yang selama ini ada di Tanah Papua tapi tidak pernah diselesaikan, yaitu masalah Hak Azasi Manusia (HAM). Ia mempertanyakan, apakah untuk menyelesaikan masalah HAM di Papua Barat dapat dipakai mekanisme yang ada di Provinsi Papua, yaitu pengadilan terhadap para pelanggar HAM, dan Kimisi Keadilan dan Rekonsiliasi (KKR) sebagaimana diatur oleh Pasal 45 dan 46 UU Otsus.

“Meskipun kedua instrumen ini belum dibentuk di Papua, persoalan tetap relevan untuk segera ditangani agar tidak menjadi ganjalan dalam memenuhi hak azasi masyarakat asli Papua di Provinsi Papua Barat,” pungkasnya.

Lanjutan tentang artikel ini dapat anda baca di https://theeditor.id/forum-57-pastor-katolik-pribumi-dari-lima-keuskupan-se-regio-papua-otonomi-khusus-sudah-tidak-relevan-diterapkan-di-tanah-papua/

spot_img

More Articles

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru