THE EDITOR – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra merasa sedih mendengar pernyataan dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto yang menganggap bila bencana banjir yang menelan nyawa hingga ratusan orang di Sumatera Barat hanya ribut di media sosial saja.
“Saya sebetulnya agak merasa sedih juga pernyataan seorang perwira tinggi soal bencana di Sumatera Barat itu,” kata Saldi dalam sidang lanjutan perkara 197/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI. Sidang tersebut turut menghadirkan perwakilan pemerintah, salah satunya dari Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej pada Rabu (3/12/2025).
Tak hanya itu, Saldi juga mempertanyakan proses seleksi internal seperti apa yang pernah dilalui oleh TNI saat memilih Suharyanto hingga semua orang dapat mengetahui proses tersebut secara terbuka.
“Dan Itu kan sebetulnya kita berpikir ini diseleksi secara benar atau tidak itu. Masa bencana dikatakan hanya ributnya di medsos saja. Itu salah satu point. Sebagai orang yang berasal dari daerah bencana, saya perlu sampaikan itu sekaligus jadi refleksi oleh Wamenhan,” tanya Saldi.
Sebelumnya, Saldi meminta TNI menjelaskan bagaimana selama ini mekanisme pemilihan perwira tinggi terjadi sebelum dipindahkan ke kementerian dan lembaga. Tujuannya adalah untuk membuktikan apakah perwira tinggi tersebut dipindahkan karena kebutuhan permintaan sebagaimana dijelaskan oleh perwakilan TNI yang hadir dala persidangan tersebut.
“Ini soal penugasan di instansi di luar pemerintah ya, diluar TNI. Tolong kami kalau bisa, karena tadi basis argumentasinya (adalah) berbasis permintaan. Pak Menhan nanti Wamenhan tolong kami dikasih contoh-contoh surat permintaan dari instansi itu, untuk melihat ini betul-betul permintaan atau bagaimana. (Surat permintaan) yang terjadi sebelumnya, sebelum hari ini untuk contohnya untuk membuktikan ini memang basisnya permintaan atau basisnya diluar permintaan,” katanya.
“Nah, yang terakhir, Pak Wamenhan, tolong kami juga dijelaskan mekanisme seleksi seperti yang diceritakan oleh Pak Wamenhan tadi. Dan ini tidak begitu saja katanya kan? Kalau ada permintaan lalu kemudian tidak begitu saja dipenuhi, tapi ada mekanisme seleksi internal. (Jadi) tolong kami dijelaskan juga bagaimana mekanisme seleksi internal itu bekerja. Supaya ditemukan perwira atau pati yang memenuhi persyaratan untuk dikirimkan ke tempat-tempat tertentu,” ungkapnya.
Kepala BNPB Suharyanto minta maaf

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Suharyanto akhirnya menyampaikan permintaan maaf setelah pernyataannya yang menyebut banjir bandang di Sumatra “tak mencekam” ramai dikritik publik di media sosial.
Respons itu muncul setelah ia meninjau langsung kondisi lapangan di Tapanuli Selatan dan memantau dampak bencana dari helikopter.
Permintaan maaf itu disampaikan kepada Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, saat melihat kondisi bencana di desa Egaruga, Batang Toru.
“Saya surprise, saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf Pak Bupati. Bukan berarti kami tak peduli,” ucap Suharyanto dilansir dari CNN Indonesia, Selasa (2/12).
Sebelumnya, Suharyanto menuai kecaman setelah menyebut bahwa situasi bencana terlihat mencekam “hanya di media sosial.” Ucapan itu memantik reaksi keras karena dinilai meremehkan kondisi korban yang terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
