20.9 C
Indonesia

Time: China Tidak Akan Menang di Perang Dagang 

Must read

THE EDITORMajalah Time dalam liputan edisi khusus yang dmuat tanggal 12 April 2025 lalu mengatakan bila China tidak mungkin menang dalam perang dagang melawan Amerika Serikat. 

Dalam ulasannya, majalah terkemuka itu memuat beberapa alasan yang wajib diketahui oleh beberapa pengamat ekonomi dan negara-negara yang tengah bersengketa melawan Amerika Serikat.

Jadi, aturan apa yang membuat Tiongkok tidak akan mampu menang di perang dagang ini?

Baca Juga:

1. Otoriter 

Dikatakan bahwa, Tiongkok saat ini belum menyadari beberapa aturan yang membuat negara mereka tidak akan berhasil dalam perang dagang karena aturan dasar mereka sendiri, yaitu gaya pemerintahan otokratis atau otoriter.

Gaya pemerintah yang diktator dinilai tidak pernah membuat Tiongkok berani mengambil keputusan yang cepat. Hal ini dikatakan terjadi karena birokrasi di negara China sangat rumit dan penuh dengan pertimbangan-pertimbangan yang melibatkan banyak pihak.

Time mengakui bila Presiden China Xi Jinping adalah seorang pemimpin yang unggul dan memiliki kuasa penuh atas negara tersebut, tapi, dalam mengambil keputusan penting, Xi Jinping masih tetap membutuhkan konsensus yang berujung pada kesepakatan bersama dari pejabat partai tingkat atas yang Ia telah tempatkan di kursi-kursi penting pemerintahannya.

Hal tersebut dinilai sangat berbeda dengan gaya Amerika Serikat yang saat ini tengah digawangi oleh Donald Trump. Dalam hal pengambilan keputusan, Amerika menurut media tersebut justru lebih condong pada keputusan Donlad Trump sendiri ketimbang meminta pendapat parlemen atau partai.

Bahkan, kenaikan tarif dagang ini dianggap sebagai sebuah hobi dari Donald Trump karena dengan kuasanya Ia bisa menaikkan, menurunkan atau menerapkannya kapan pun Ia mau. 

Anggota kongres di Amerika tidak bisa melawan kewenangan tarif dagang ini karena akan dituduh mengganggu stabilitas nasional. Sangat berbeda dengan China bukan?

Menurut Time, cara Tiongkok yang menaikkan tarif dagang yang serupa ke Amerika tidak akan membuat Donald Trump menyerah karena pria tersebut memiliki sudut pandang yang tidak sama.

Donald Trump dikatakan sangat percaya diri dengan kekuatan ekonomi negaranya saat ini. Jadi, tekanan Tiongkok yang tidak sekuat Amerika tentu tidak akan dia anggap secara berlebihan.

Tekanan China terhadap perusahaan Amerika yang berbisnis di Tiongkok juga tidak akan mengubah pandangan Donald Trump sedikitpun karena Donald Trump tahu bahwa China membutuhkan investasi asing yang akan membuka lapangan kerja dan teknologi yang telah anjlok sejak pandemi.

2. Obesitas 

Tak hanya itu, saat ini, Tiongkok dinilai memiliki kelas menengah yang kondisi tidak jauh berbeda dengan Amerika. Salah satunya mengenai standar hidup malas yang membuat warga Tiongkok sama gemuknya dengan warga Amerika.

Hal ini dibuktikan dengan data yang dirilis oleh Komisi kesehatan Nasional Tiongkok yang menyebutkan bila hampir separuh orang dewasa di China mengalami kegendutan. Obesitas di kalangan orang dewasa dikatakan meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu kurang dari dua dekade, dari 7,1% pada tahun 2022 menjadi 16,4% pada tahun 2025.

3. Amerika Serikat Tidak Butuh Mineral Langsung dari China

Terkait mineral yang dipakai untuk membuat produk teknologi, dikatakan bila selama ini Amerika Serikat tidak pernah membeli mineral langsung dari Tiongkok, melainkan mineral-mineral tersebut dikemas terlebih dahulu menjadi komponen, baru kemudian dijual kepada pembeli Amerika.

Bila Beijing terus menekan Amerika, diyakini bila insentif keuangan yang selama ini mengalir ke China akan diberikan kepada negara-negara lain yang bergerak di bidang penambangan dan pemrosesan hasil tambang.

4. Devaluasi Mata Uang Yuan Hanya Merugikan China

Terakhir, senjata finansial harus diketahui oleh banyak orang dimana selama beberapa waktu terakhir perang dagang ini, Tiongkok mendevaluasi mata uangnya atau dengan sengaja menurunkan nilai mata uangnya untuk mengurangi biaya ekspor ke Amerika.

Tiongkok dikenakan tarif dagang antara 7,5% dan 25% . Namun, mata uang Yuan harus menanggung beban yang sangat besar untuk mengimbangi tarif yang setara dengan angka 3 digit tersebut. Hal tersebut dinilai membuat tarif impor sangat mahal dan mendorong arus keluar modal yang besar-besaran karena masyarakat Tiongkok harus mencari cara untuk mengkonversi mata uang Yuan mereka menjadi dolar atau euro.

Sebaliknya, bila Tiongkok coba menjual obligasi treasury atau surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) yang jumlahnya lebih dari $760 miliar, maka yang terjadi adalah suku bunga di Amerika akan naik, sekaligus meningkatkan mata uang Yuan. Akan tetapi, tarif ekspor juga akan semakin mahal lagi. Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh Tiongkok.

BEIJING HARUS MENENANGKAN DIRI

Beijing diimbau untuk tidak terlalu membabi buta dalam menanggapi perang dagang yang tengah dimainkan oleh Amerika ini. Bila sabar menunggu, Beijing diminta untuk berdiam diri sampai Donald Trump menghancurkan ekonominya sendiri dari dalam.

Tarif dagang yang mencapai angka 125% hanya akan membuat segala hal di Amerika menjadi sangat mahal, baik itu dari hiasan dekorasi natal hingga produk Iphone. Akibatnya, negara Amerika akan jatuh ke dalam resesi. 

Partai Demokrat di Amerika dipastikan akan turun tangan, termasuk menekan Donald Trump untuk segera mengakhiri perang dagang ini.

Selain itu, tarif hingga 125% yang dikenakan Amerika ke Tiongkok dan 10% ke negara lain akan cukup membuat Tiongkok untuk lebih pintar dengan mengirim barang lewat negara ketiga. Hal tersebut dianggap akan secara drastis mengurangi uang tarif yang diandalkan oleh Donald Trump dan Partai Republik untuk mendanai agenda mereka.

Ada kemungkinan kedua negara untuk mencapai kesepakatan untuk dapat meredakan perang dagang ini.

Kementerian perdagangan Tiongkok sendiri sudah membuka ruang berdialog dan berkonsultasi dengan Amerika. Donald Trump sendiri mengaku bila ingin berdiskusi dengan Xi Jinping. Bahkan, untuk mendapatkan respons positif dari Tiongkok, Donald Trump menyebut negara China dan Presiden Xi Jinping adalah orang yang sangat membanggakan.

Komentar-komentar tersebut tampak seperti pengakuan bersama bahwa perang dagang yang menguras tenaga dianggap akan menjadi kerugian bagi kedua negara.

Bagaimana pendapat anda? Setuju atau tidak? Komentar ya di bawah.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru