JAKARTA – Lebih dari seratus ribu orang beretnis Armenia yang menghuni Nagorno-Karabakh dilaporkan akan meninggalkan wilayah tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menyusul operasi militer yang diluncurkan pihak Azerbaijan pada Selasa (19/9) pekan lalu.
Dalam pidatonya, Pashinyan menyampaikan bahwa sejumlah bantuan kemanusiaan untuk orang-orang Armenia di wilayah tersebut telah tiba.
Akan tetapi, mereka kini masih harus berhadapan dengan bahaya “pembersihan etnis” yang tengah dilakukan oleh pihak Azerbaijan.
“Jika kondisi kehidupan yang nyata tidak tercipta bagi warga Armenia di Nagorno-Karabakh, di rumah mereka, dan tidak ada mekanisme perlindungan yang efektif terhadap pembersihan etnis, maka kemungkinan besar warga Armenia di Nagorno-Karabakh akan melihat pengusiran dari tanah air mereka sebagai satu-satunya jalan keluar,” katanya.
“Armenia dengan penuh kasih akan menyambut saudara-saudari kami dari Nagorno-Karabakh,” tambahnya.
Operasi militer pekan lalu, yang disebut oleh pihak Azerbaijan sebagai operasi “anti-teroris”, menewaskan 200 orang.
Termasuk di antara yang tewas adalah 10 warga sipil dan lima anak. Operasi tersebut baru berhenti setelah adanya kesepakatan mengenai gencatan senjata.
Baku mengaku bahwa peluncuran operasi militer adalah untuk memulihkan ketertiban konstitusional dan mengusir pasukan Armenia di wilayah tersebut.
Melansir Reuters, Nagorno-Karabakh adalah daerah pegunungan di ujung selatan Pegunungan Karabakh di Azerbaijan.
Oleh orang-orang Armenia, wilayah tersebut lebih dikenal sebagai Artsakh. Wilayah itu memiliki sistem pemerintahannya yang berjalan sendiri, namun tidak diakui.
Sementara itu, Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Republik Azerbaijan meskipun mayoritas penduduknya adalah masyarakat etnis Armenia.
Yerevan pada awal tahun 1990-an mendukung wilayah tersebut memperoleh kemerdekaan secara de facto dari Azerbaijan setelah perang yang panjang.
Akan tetapi, Azerbaijan kembali merebut sebagian besar wilayah di dan sekitar Karabakh dalam perang kedua yang berlangsung selama 44 hari pada tahun 2020.
Perang yang menewaskan sekitar 6.500 orang itu menempatkan Azerbaijan sebagai pemilik atas tujuh distrik dan sekitar sepertiga Nagorno-Karabakh.
Untuk membahas konflik ini, yang sejatinya telah berlangsung selama lebih dari satu abad, pemimpin Armenia dan Azerbaijan akan bertemu bulan depan.
Diberitakan oleh Al Arabiya News, Dewan Keamanan Armenia mengatakan bahwa pertemuan tersebut akan dihadiri Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Ketua Uni Eropa Charles Michel.