JAKARTA – Kebijakan Presiden Joko Widodo yang menyerahkan urusan ketahanan pangan nasional kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto adalah sinyal ketidakpercayaan terhadap kinerja kementerian pertanian.
Demikian dikatakan oleh Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagiyo saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu.
“Kenapa sampai Prabowo yang ditunjuk jadi menteri yang bertanggung jawab atas ketahanan pangan? Kerja menteri pertanian apa?” tanya Agus.
Keputusan Jokowi ini, lanjutnya, adalah sinyal kuat bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dinilai tidak diakui keberadaannya. Dan kondisi ini juga membuat Agus mempertanyakan eksistensi Syahrul Yasin Limpo apa saat ini di kementerian pertanian.
“Kebijakan Jokowi lucu karena mestinya ketahanan pangan itu di kementerian pertanian,” ungkapnya.
Kata Agus, posisi Prabowo sebagai menteri pertahanan tidak berkaitan dengan ketahanan pangan sama sekali. Menurutnya keputusan Jokowi tersebut akan menimbulkan konflik di masa depan karena rawan dikorupsikan. Dan Prabowo sebagai orang yang dipercaya justru hanya bisa mengambil jalan pintas.
“Kebijakan yang sekarang berpotensi korupsi. Pembukaan lahan seharusnya pemimpinnya menteri pertanian bukan kementerian pertahanan,” kata Agus.
Sebagai informasi, Prabowo berencana membuka 2 juta hektar hutan untuk dipakai sebagai area tanaman pangan. Hal ini Ia sampaikan dalam Rapat Senat Terbuka Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang disiarkan secara daring, Jumat 23 Oktober 2020 lalu.
“Jadinya amburadul hutan-hutan yang dibuka itu. Yang tahu data tanah untuk pertanian itu ya kementerian pertanian, bukan kementerian pertahanan. Apa hubungannya pertanian dengan alat pertahanan negara seperti tank?” tanya Agus.
Karena kebijakan yang amburadul ini, Agus yakin proyek pembukaan hutan sebagai area lahan pangan ini akan gagal total. Akibatnya program kedaulatan pangan nasional yang diagung-agungkan oleh Jokowi sejak tahun 2014 tidak akan pernah terwujud sampai akhir masa jabatannya tahun 2024 mendatang.
BPK Harus Diperiksa Kebijakan Menteri Pertanian
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus turun tangan periksa arah kebijakan yang dibuat oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Menurut Agus, hal ini harus dilakukan karena saat ini program yang dilakukan oleh Syahrul Yasin Limpo lebih banyak berkaitan dengan aktivitas perdagangan yang seharusnya menjadi bagian dari kementerian perdagangan.
“Harus dijelaskan perubahan kebijakannya. BPK harus memeriksa,” tandas Agus.
Diantaranya adalah program Food Estate yang dinilai sebagai program komersialisasi produk pertanian. Program yang mendorong petani agar bergerak di bisnis hilir seperti penjualan produk pertanian menurutnya harus diambil alih oleh kementerian perdagangan. Sehingga kementerian pertanian bisa fokus pada cara mendidik petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian mereka.
Kementerian pertanian menurut Agus seharusnya bisa bersinergi dengan kementerian perdagangan. Jadi saat petani berhasil memproduksi hasil panennya bersama kementerian pertanian, maka nilai jualnya bisa meningkat saat kementerian perdagangan turun tangan.