20.8 C
Indonesia

PPATK: Transaksi Perbankan Untuk Tujuan Eksploitasi Anak dan Pornografi Capai 114 Miliar di Indonesia

Mucikari Cari Keuntungan dari Teknologi Untuk Eksploitasi 

Must read

BALI – Mengkhawatirkan! Karena kejahatan eksploitasi anak seperti perdagangan anak untuk tujuan seksual ternyata menggunakan teknologi finansial dalam transaksinya agar mendapat keuntungan yang lebih besar.

Menurut Laporan Financial Intelligence Alliance, Eksploitasi Seksual pada Anak (ESA) dimungkinkan terjadi karena transaksi antara pelaku dan mucikari atau fasilitator menjadi lebih mudah di jaman modern ini.

Kemudahan ini terjadi karena jasa penyedia keuangan di ranah global menyediakan sarana teknologi yang mempermudah konten-konten materi kekerasan atau yang mengeksploitasi anak secara seksual.

Baca Juga:

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi keuangan sebesar Rp 114 miliar terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pornografi anak di tahun 2022, yang mana kedua kejahatan termasuk ke dalam bentuk kejahatan eksploitasi seksual anak. 

Sementara itu di dunia, International Labour Organization memperkirakan totalnya keuntungan yang diperoleh dari penggunaan kerja paksa, termasuk eksploitasi seksual adalah sebesar USD 150,2 miliar per tahun. 

Menurut ILO, total keuntungan tahunan berada pada batasnya tertinggi di Asia (USD 51,8 miliar) dan negara maju (USD 46,9 miliar) pada tahun 2014. 

Penyebabnya adalah tingginya jumlah korban di Asia dan besarnya keuntungan per korban di negara maju. 

Dari Mana PPATK Temukan Fakta Ini?

Pelacakan PPATK berhasil diungkap melalui aktivitas transaksi perbankan. PPATK menyatakan banyak pelaku pornografi anak menggunakan dompet digital/e-wallet untuk pembayaran konten. 

Para pelaku dari eksploitasi seksual anak ini bukan hanya berasal dari wilayah Indonesia saja, namun juga berasal dari luar negeri.

Mereka mencari konten-konten eksploitasi seksual anak di Indonesia dan melakukan pembayaran dengan menggunakan bank-bank dan penyedia jasa keuangan lainnya yang bisa mereka gunakan untuk mengirimkan uang tersebut. 

Apa Solusinya?

ECPAT Indonesia berkolaborasi dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) dengan dukungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta ASEAN Secretariat, menyelenggarakan Konferensi ASEAN tentang Pencegahan dan Respon terhadap Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan dalam Eksploitasi Seksual Anak di Bali pada tanggal 7-8 Agustus 2024.

Pertemuan itu menghasilkan rumusan baru untuk mencegah terjadinya eksploitasi pada anak, diantaranya:

1. Penyedia jasa keuangan diwajibkan melaporkan transaksi mencurigakan yang mungkin terkait dengan materi kekerasan seksual anak, dan para negara-negara anggota ASEAN akan mendorong dan mengenakan tanggung jawab secara pidana dan perdata bagi penyedia jasa keuangan yang tidak patuh. 

2. Melaporkan konten ilegal terkait seksual anak penyalahgunaan dan eksploitasi. 

3. Membantu penyedia jasa keuangan untuk mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang mencurigakan terkait eksploitasi seksual anak. 

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru