JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (20/5) pekan lalu meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Aturan tersebut menuai banyak sorotan pro dan kontra dari berbagai pihak. Penyebabnya, iuran tabungan nantinya akan bersumber dari pemotongan gaji para pekerja.
Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 15 aturan tersebut. Ayat 1 Pasal 15 PP 21/2024 mengatur besar simpanan yaitu tiga persen gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Rincian dari pemotongan tersebut dijelaskan dalam ayat selanjutnya. Ayat 2 menyebut bahwa simpanan tabungan ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja, dengan pekerja membayarkan 2,5 persennya dan pemberi kerja membayarkan 0,5 persennya.
Adapun yang dimaksud sebagai peserta dalam skema Tapera ini adalah setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum.
Keikutsertaan pekerja bersifat wajib hingga pekerja memenuhi syarat untuk mengakhiri kepesertaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14.
Pasal itu merinci empat kondisi yang mengakhiri kepesertaan pekerja, yaitu pekerja telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri, meninggal dunia, dan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai peserta selama lima tahun berturut-turut.
Mengutip CNN Indonesia, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho dalam keterangan resmi pada Senin (27/5) mengatakan, setelah kepesertaan berakhir, dana Tapera bisa dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya.
Adapun tabungan ini dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan peserta, menurut Pasal 24, yang meliputi pembelian rumah milik baru, pembangunan, dan perbaikan.
Meskipun begitu, untuk pembelian rumah, pemanfaatannya tidak boleh dilakukan secara asal. Tapera hanya diberikan satu kali dengan nilai tertentu atau saat membeli rumah pertama.
Bukan hal baru
Masih menurut CNN Indonesia, Tapera sejatinya bukan lah hal baru. Akan tetapi, kehebohan baru-baru ini disebabkan oleh sifatnya yang wajib diaplikasikan pada setiap pekerja dan bukan hanya PNS seperti sebelumnya.
Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7 PP 21/2024, yang menyebut bahwa jenis pekerja yang wajib menjadi peserta tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.