THE EDITOR – Salah satu penyebab mengapa angka pengangguran di Indonesia menjadi yang tertinggi di ASEAN karena populasi penduduk di Tanah Air yang begitu besar.
Perlu diketahui, jumlah penduduk di negara-negara ASEAN menurut IMF (International Monetary Fund) tahun 2023 lalu menyebutkan bila jumlah penduduk di Indonesia mencapai 277 juta jiwa, disusul oleh Philipina dengan jumlah 117 juta piwa dan Vietnam sebanyak 98 juta jiwa.
Selanjutnya Thailand sebanyak 72 juta jiwa, Myanmar 55 juta jiwa, Malaysia 34 juta jiwa, Laos 8 juta jiwa, Singapura 6 juta jiwa, Timor Leste 1,4 juta jiwa dan brunei Darussalam sebanyak 452 juta jiwa.
“Penduduk kita 278 juta jiwa dan angkatan kerja kita 140 juta jiwa. Sekarang mungkin sudah 150 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar 4,91% masuk dalam kategori tingkat pengangguran terbuka,” ujar Professor Anwar Sanusi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan RI dalam acara bincang-bincang dengan Kusuma Prabandari beberapa waktu lalu.
Kondisi seperti itu, lanjutnya, membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah paling banyak angka penggangguran terbukanya saat ini.
Namun demikian, Professor Anwar melihat sisi baik dari populasi yang tinggi ini karena Indonesia memiliki bonus angka demografi tertinggi di ASEAN, bahkan di Asia saat ini.
Bonus demografi diketahui dapat menjadi keuntungan ekonomi suatu negara karena dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, bisnis dan industri.
“Di antara negara-negara ASEAN, kita (Indonesia) masuk dalam kategori bonus demografi artinya usia produktifnya tertinggi,” ungkapnya.
BAGAIMANA CARA AGAR ANGKA PENGANGGURAN TETAP KECIL?

Professor Anwar Sanusi juga membagikan cara agar angka pengangguran tetap kecil di Tanah Air.
Salah satunya dengan menjaga perkembangan industri padat karya yang banyak menarik angkatan kerja. Misalnya industri makanan, minuman, pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kulit, alas kaki, kayu, gabus, mainan anak dan furnitur.
Kedua, dengan mempersiapkan angkatan kerja melalui pelatihan vokasi agar keterampilan pencari kerja meningkat. Namun, Ia akui kapasitas dan kebutuhan masih harus ditingkatkan.
Ketiga, dengan menciptakan ekonomi yang kondusif dan stabil karena bagi pekerja situasi ekonomi dan politik juga harus kondusif. Bila tidak, maka pekerja tidak akan fokus dalam mengerjakan tugasnya.
KETERAMPILAN PEKERJA DAN KEBUTUHAN PERUSAHAAN BELUM SESUAI
Professor Anwar Sanusi mengatakan saat ini banyak sekali tenaga kerja yang bekerja tidak sesuai di bidangnya (Miss Matching).
Misalnya, lulusan S2 dan S1 harus bekerja di pekerjaan yang seharusnya untuk S1. Dan seorang perawat ternyata harus bekerja sebagai sekretaris.
Situasi miss matching ini terjadi karena minimnya terbatasnya lapangan kerja dan kurangnya keterampilan dan pengalaman yang dimiliki pencari kerja.
Hal ini wajar terjadi karena terkadang di dunia kampus mahasiswa harus belajar teori dan minus praktek, khususnya yang berkaitan dengan dunia kerja.
“Maka disitulah fungsi vokasi dan adjusment skill,” katanya.
Professor Anwar Sanusi mengatakan bila tenaga kerja Indonesia juga harus sadar untuk meningkatkan kemampuannya seperti halnya perusahaan agar bisa terus bersaing.
Namun, Ia tidak memungkiri bila ketidaksesuaian kerja ini kadang terjadi saat karyawan mengalami PHK (Putus Hubungan Kerja).