
JAKARTA – Kejatuhan Yerusalem telah diramalkan oleh Nabi Yeremia bertahun-tahun sebelumnya. Bertahun-tahun sebelum penghancuran Yerusalem, nabi Yeremia telah memberi petunjuk bahwa Yerusalem akan jatuh kepada seorang raja dari Babel selama 70 tahun lamanya. Pernyataan ini tercatat dalam Alkitab di Yeremia 25:1, 2 dan 11.
Begini isinya, ”Seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya,”.
Selanjutnya, Yeremia juga mengatakan bahwa setelah melalui masa 70 tahun berada di bawah kekuasaan Raja Babel, maka Ia (Yehuwa) akan kembali kepada Yerusalem dan menggenapi rencana lain. Dengan kata lain, rencana untuk kelanjutan Yerusalem setelah jatuh sudah dinubuatkan kepada bangsa-bangsa dan disampaikan melalui Yeremia.
Mengapa periode tujuh puluh tahun itu penting? Dan, bagaimana periode waktu itu membantu kita tahu kapan Yerusalem diwahyukan akan hancur?
Beberapa sejarawan menyatakan bahwa periode 70 tahun itu berlaku atas Imperium Babilonia. Menurut kronologi sekuler, orang Babilonia menduduki negeri Yehuda dan Yerusalem kuno selama kira-kira 70 tahun, dari sekitar tahun 609 SM sampai 539 SM saat ibu kota Babilon direbut.
Alkitab memperlihatkan bahwa dalam masa 70 tahun itu, Yehuda dan Yerusalem mendapat hukuman berat dari Allah (Yehuwa). Mereka dihukum secara khusus karena sebagai bangsa yang terikat perjanjian untuk menaati Dia (Yehuwa), Yehuda dan Yerusalem tidak mau berbalik dari jalan-jalan mereka yang jahat.
Perjanjian ini tercatat dalam Kitab Keluaran yang isinya adalah sebagai berikut:
“Lalu Musa naik ke gunung untuk menghadap Allah yang benar. Dari gunung itu, Yehuwa berkata kepadanya, ”Katakan kepada keturunan Yakub, orang-orang Israel, ’Kalian sudah lihat sendiri apa yang Aku lakukan kepada orang Mesir, supaya Aku bisa membawa kalian kepada-Ku, seperti burung elang membawa anak-anaknya di sayapnya. Kalau kalian sungguh-sungguh menaati kata-kata-Ku dan memegang perjanjian yang Aku buat dengan kalian, kalian akan menjadi milik-Ku yang istimewa, yang dipilih dari semua bangsa. Seluruh bumi adalah milik-Ku. Kalian akan menjadi kerajaan yang dipimpin para imam dan menjadi bangsa yang suci milik-Ku. Kata-kata ini harus kamu sampaikan kepada orang Israel,”.
Kitab Yeremia menjelaskan bahwa keberadaan Nebukhadnezar, Raja Babel memang ada untuk menjatuhkan Yerusalem dan penduduk Yehuda dengan alasan perbuatan mereka yang sudah tidak bisa dimaafkan. Kesalahan yang dicatat dalam Alkitab adalah karena bangsa ini menyembah dewa-dewa dan tidak setia kepada Allah Yehuwa. Padahal bangsa ini sudah ditolong berkali-kali. Dia (Allah) mengirim banyak nabi untuk memperingatkan bangsa Yehuda dan Yerusalem, tapi mereka tidak mendengarkan. Mereka malah mengejek nabi-nabi itu.
Yeremia mencatat bahwa kejahatan ini yang membuat Yehuwa membiarkan Yerusalem jatuh ke tangan Babilonia untuk dihancurkan. Dan masa 70 tahun dalam pembuangan dikatakan Yeremia sebagai bentuk hukuman yang menyesakkan bagi Yehuda. Namun setelah masa 70 tahun tergenapi, maka bangsa Yehuda akan kembali lagi ke tanah mereka, yakni Negeri Yehuda dan Yerusalem.
Dan selama 70 tahun masa pengasingan ini, tidak pernah ada pembangunan di Yerusalem. Dengan kata lain negeri tersebut diistirahatkan alias tidak digarap. Dan hal ini sudah dicatat terlebih dahulu dalam Kitab Tawarikh.
Kapan Periode Tujuh Puluh Tahun Itu Mulai?
Dalam situs JW.ORG disebutkan bahwa Imam Ezra, sejarawan terilham yang hidup setelah periode 70 tahun tersebut digenapi, menulis tentang sifat Raja Nebukhadnezar. Dalam Kitab Ezra disebutkan salah satu yang Raja Nebukhadnezar adalah membawa orang-orang yang tidak tewas dalam peperangan sebagai hamba di negerinya.
Kapan negeri Yehuda mulai ditelantarkan dan tidak digarap? Sebenarnya, orang Babilonia di bawah Nebukhadnezar menyerang Yerusalem dua kali, dengan selang waktu bertahun-tahun. Kapan periode 70 tahun itu mulai? Yang pasti bukan setelah Nebukhadnezar pertama kali mengepung Yerusalem. Mengapa? Meskipun pada waktu itu Nebukhadnezar membawa banyak tawanan dari Yerusalem ke Babilon, masih banyak orang yang ditinggalkan di negeri itu. Ia juga membiarkan kota itu tetap berdiri. Bertahun-tahun setelah deportasi awal berlangsung dan orang-orang yang tersisa di Yehuda yang disebut sebagai golongan rakyat kecil masih makan dari hasil tanah mereka. Tetapi, belakangan situasinya berubah drastis.
Alkitab juga mencatat bahwa pemberontakan orang Yahudi membuat orang Babilonia kembali ke Yerusalem. Mereka menghancurkan kota itu, termasuk bait sucinya, dan membawa banyak tawanan ke Babilon. Dalam dua bulan seluruh rakyat Yehuda yang masih tertinggal di negeri itu, baik yang kaya maupun miskin, bersama-sama dengan para perwira lari ke Mesir karena takut kepada orang Babel.
Pada bulan ketujuh tahun itu, yaitu bulan Tisri pada kalender Yahudi (September/Oktober), barulah dapat dikatakan bahwa negeri itu, yang kini telantar dan tidak digarap, mulai melunasi sabat-sabatnya. Bagi para pengungsi Yahudi di Mesir, Yeremia bernubuat bahwa nantinya bangsa Yehuda akan menyaksikan sendiri bencana yang ditimpakan oleh Allah atas Yerusalem dan kota-kota lainnya di Yehuda. Dan perlu kita ketahui bahwa nubuat atau wahyu yang diturunkan kepada Nabi Yeremia masih berlaku sampai sekarang dimana tidak ada pembangunan sama sekali di kota-kota yang sudah disebutkan.
Kapan Masa Tujuh Puluh Tahun Itu Berakhir?
Imam Ezra yang tercatat dalam Alkitab mengatakan bahwa masa akhir 70 tahun itu adalah saat Raja Koresi, Raja orang Persia mulai mengeluarkan dekrit. Isinya dekrit itu adalah maklumat pembebasan orang Yahudi dan izin kepada mereka bisa kembali ke Yerusalem. Hal ini terjadi pada musim gugur tahun 537 SM. Jadi, menurut kronologi Alkitab, 70 tahun tersebut adalah periode waktu harfiah yang berakhir pada tahun 537 SM. Dengan menghitung mundur 70 tahun, kita akan mengetahui kapan mulainya periode itu, yakni 607 SM.
Namun, jika bukti dari Alkitab terilham dengan jelas menunjukkan bahwa Yerusalem dihancurkan pada 607 SM, mengapa banyak pakar dengan kukuh berpegang pada 587 SM? Hal ini terjadi karena mereka mengandalkan dua sumber informasi—tulisan para sejarawan era Yunani-Romawi dan kanon Ptolemeus. Apakah sumber-sumber ini lebih andal daripada Alkitab? Mari kita lihat.
Pada umumnya, sejarawan dan arkeolog mengakui tahun 586 SM atau 587 SM adalah tahun dihancurkannya Yerusalem. Namun Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa kehancuran Yerusalem terjadi pada 607 SM? Apa dasar kesimpulan tersebut?
Ini adalah artikel yang membahas pertanyaan-pertanyaan akademis seputar tahun dihancurkannya Yerusalem kuno. Dua artikel dalam seri ini menyajikan jawaban berdasarkan Alkitab dan riset yang cermat atas pertanyaan yang kadang diajukan pembaca.
Pertama yang kita perlu tahu kapan sebenarnya Raja Babilonia Nebukhadnezar II menghancurkan kota Yerusalem. Di dalam kitab Mazmur 79:1 dituliskan begini, “mereka menajiskan Rumah-Mu, Yerusalem dijadikan reruntuhan,”.
Pada umumnya, sejarawan dan arkeolog mengakui tahun 586 SM atau tahun 587 SM adalah tahun dihancurkannya Yerusalem. Namun Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa kehancuran Yerusalem terjadi pada tahun 607 SM? Apa dasar kesimpulannya?
Sebelum membahas itu, maka kita perlu mengetahui kapan sebenarnya Raja Babilonia Nebukhadnezar II menghancurkan kota Yerusalem.narena peristiwa itu menandai titik balik penting dalam sejarah umat Allah. Seorang sejarawan mengatakan bahwa hal itu mengakibatkan bencana, bahkan bencana terbesar di masanya. Tahun itu menandai akhir dari bait yang telah menjadi pusat ibadat kepada Allah Yang Mahakuasa selama lebih dari 400 tahun berakhir.Hal ini tercatat lengkap dalam Kitab Mazmur.
Kedua, karena dengan mengetahui kapan sebenarnya bencana terbesar ini mulai dan dengan memahami bagaimana pemulihan ibadat sejati di Yerusalem menggenapi suatu nubuat Alkitab. Jadi, mengapa Saksi Yehuwa meyakini tahun yang berbeda dengan tahun yang diakui umum, dengan selisih 20 tahun? Singkatnya, karena bukti dari Alkitab itu sendiri.
Sejarawan Era Yunani Romawi Seberapa Akuratkah?
Para sejarawan yang hidup sekitar tahun kehancuran Yerusalem memberikan informasi yang beragam tentang raja-raja Neo-Babilonia. Urutan peristiwa berdasarkan keterangan kronologis mereka tidak sesuai dengan kronologi Alkitab. Namun, seberapa andalkah tulisan-tulisan mereka?
Salah seorang sejarawan yang hidup paling dekat dengan masa Neo-Babilonia adalah Berosus, seorang Imam Dewa Bel di Babilon. Karya aslinya, dengan judul Babyloniaca, yang ditulis sekitar 281 SM, sudah tidak ada lagi, dan hanya beberapa fragmennya yang masih ada dalam karya sejarawan-sejarawan lain. Berosus mengaku bahwa Ia menggunakan buku-buku yang disimpan dengan sangat baik di Babilon. Apakah Berosus benar-benar sejarawan yang akurat? Perhatikan satu contoh.
Berosus menulis bahwa Raja Sanherib dari Asiria bertakhta setelah pemerintahan saudara-nya dan setelah dia, putranya, Esarhadon berkuasa selama 8 tahun; dan selanjutnya, Samuges (Syamas-syuma-ukin) berkuasa selama 21 tahun. Tetapi, menurut dokumen sejarah Babilonia yang ditulis jauh sebelum zaman Berosus, Sanherib memerintah setelah ayahnya, Sargon II, dan bukan setelah saudaranya. Esarhadon berkuasa selama 12 tahun, bukan 8 tahun dan Syamas-syuma-ukin berkuasa selama 20 tahun, bukan 21 tahun. Seorang pakar bernama R.J. van der Spek mengatakan bahwa Berosus memasukkan tambahan dan penafsirannya sendiri.
Bagaimana pandangan pakar lain tentang Berosus?
Dahulu, Berosus biasanya dianggap sebagai seorang sejarawan. Hal ini diungkapkan oleh S.M. Burstein yang meneliti karya-karya Berosus. Namun, ia menyimpulkan bahwa sebagai sejarawan, hasil pekerjaannya dapat dikatakan tidak memadai. Bahkan dalam bentuk fragmennya, Babyloniaca memuat sejumlah kesalahan tentang fakta sederhana, yang sebenarnya tidak boleh terjadi.
“Bagi seorang sejarawan, kesalahan seperti itu sangat fatal, tetapi Berosus memang tidak bermaksud membuat catatan sejarah,” catat Burstein.
Mengingat hal-hal tadi, bagaimana menurut Anda? Apakah karya Berosus bisa benar-benar dianggap akurat dan konsisten? Dan, bagaimana dengan sejarawan era Yunani-Romawi lainnya, yang kebanyakan menyusun kronologinya berdasarkan tulisan-tulisan Berosus? Apakah kesimpulan mereka dapat diandalkan?
Kanon Ptolemeus
Kanon, atau daftar raja-raja, karya Klaudius Ptolemeus, seorang astronom abad kedua Masehi. Karyanya digunakan untuk mendukung sejarah tahun 587 SM yang diyakini sejak lama. Daftar raja-raja yang Ia buat dianggap sebagai tulang punggung kronologi sejarah kuno, termasuk masa Neo-Babilonia.
Ptolemeus menyusun daftarnya sekitar 600 tahun setelah masa Neo-Babilonia berakhir. Jadi, bagaimana Ia menentukan kapan raja pertama dalam daftarnya mulai berkuasa? Ptolemeus menjelaskan bahwa dengan menggunakan kalkulasi astronomis, termasuk berdasarkan gerhana.
Dengan cara ini Ia mengklaim bisa menentukan awal dari pemerintahan Nabonasar, raja pertama dalam daftarnya. Maka, Christopher Walker dari British Museum mengatakan bahwa kanon Ptolemeus adalah skema buatan yang disusun untuk memberikan kronologi yang konsisten bagi para astronom dan bukan untuk memberikan catatan akurat tentang pergantian raja-raja bagi para sejarawan.
Telah lama diketahui bahwa Kanon itu dapat diandalkan secara astronomis,” tulis Leo Depuydt, seorang pembela Ptolemeus yang paling antusias. Tetapi tidak otomatis berarti bahwa Kanon itu dapat diandalkan secara historis. Mengenai daftar raja-raja ini, Profesor Depuydt menambahkan bahwa untuk raja-raja yang disebutkan di awal Kanon itu, termasuk raja-raja Neo-Babilonia, maka masa pemerintahannya masing-masing perlu dibandingkan dengan catatan berhuruf paku.
Apa yang dimaksud dengan catatan berhuruf paku yang membantu kita menentukan keakuratan kanon Ptolemeus dari segi sejarah? Catatan huruf paku adalah dokumen berhuruf paku yang mencakup tawarikh Babilonia, daftar raja-raja dan lempeng perdagangan yang dicatat oleh para penulis yang hidup selama atau sekitar masa Neo-Babilonia.
Apakah daftar Ptolemeus sesuai dengan catatan tersebut? Dalam daftarnya Ptolemeus hanya menyebutkan empat raja di antara penguasa Babilonia Kandalanu dan Nabonidus. Tetapi menurut Daftar Raja Uruk, ada tujuh raja yang memerintah di antara mereka. Apakah pemerintahan raja-raja itu sangat singkat sehingga dapat diabaikan? Menurut lempeng perdagangan, salah satunya memerintah selama tujuh tahun.
Selain itu, ada bukti kuat dari dokumen berhuruf paku bahwa sebelum pemerintahan Nabopolasar (raja pertama dari masa Neo-Babilonia), raja lain (Asyur-etel-ilani) memerintah selama empat tahun di Babilonia. Lagi pula, selama lebih dari setahun, tidak ada raja di negeri itu. Namun, semua fakta ini tidak muncul dalam kanon Ptolemeus.
Mengapa Ptolemeus menghilangkan nama beberapa penguasa? Agaknya, Ia tidak menganggap mereka sebagai penguasa Babilon yang sah. Sebagai contoh, Ia tidak menyertakan Labasyi-Marduk, seorang raja Neo-Babilonia. Tetapi, menurut dokumen berhuruf paku, raja-raja yang namanya tidak disebutkan oleh Ptolemeus sebenarnya pernah memerintah atas Babilonia.
Kanon Ptolemeus ini secara umum dianggap akurat. Tetapi, mengingat adanya perincian yang tidak dimasukkan, dapatkah kanon itu digunakan untuk menyusun kronologi sejarah yang tepat? jawabannya tidak.
Kesimpulan Berdasarkan Bukti Ini
Sebagai ringkasan: Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa ada masa pembuangan selama 70 tahun. Ada bukti kuat yang disetujui kebanyakan pakar, bahwa orang-orang Yahudi buangan sudah pulang ke negeri asal mereka pada 537 SM. Dengan menghitung mundur dari tahun itu, kita mengetahui bahwa Yerusalem dihancurkan pada 607 SM. Meskipun para sejarawan era Yunani-Romawi dan kanon Ptolemeus tidak menunjuk ke tahun tersebut, ada alasan yang kuat untuk mempertanyakan keakuratan tulisan-tulisan mereka. Kedua sumber itu tidak memberikan cukup bukti untuk menjatuhkan kronologi Alkitab.