THE EDITOR – Di jaman modern ini tidak banyak anak muda yang tahu dan mengerti tentang apa arti PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) bagi masyarakat.
Nasib PKK juga memang perlu mendapat perhatian yang lebih dalam dari pemerintah. The Editor akan merangkum peran seorang perempuan bernama Indira Yususf Ismail mendorong agar PKK menjadi entitas resmi yang diakui keberadaannya di Kota Makassar.
Indira adalah istri dari Walikota Makassar. Dalam menjalankan tugasnya, ia mengaku banyak menemukan persoalan tentang perempuan dan anak di kota tempat ia tinggal.
Salah satu yang ia lakukan untuk memperjuangkan hak perempuan adalah dengan mendorong terbentuknya kantor PKK.
“Dulu PKK Kota Makassar nggak punya kantor, pernah punya kantor diambil dinas pendidikan, terus saya buat kantor di Karimusu dicantik-cantikin diambil lagi. Akhirnya kita berkantor di Rumah Jabatan (Rujab). Tapi kan repot kalau ada tamu. Akhirnya saya minta kantor untuk PKK karena PKK membantu program pemerintah dan turun ke masyarakat. Kita kan bersentuhan dengan masyarakat. Dan akhirnya makassar punya kantor yang representatif,” ungkapnya saat dihubungi The Editor beberapa waktu lalu.
Kantor ini, lanjutnya, dipakai untuk mengerjakan tugas-tugas PKK sehari-hari. Dimana tersedia ruangan Tim Penggerak (TP) PKK, Ruangan Dekranasda, Pokja Paud dan mini auditorium.
Indira mengatakan bila kantor tersebut ia memang perjuangkan langsung kepada Walikota Makassar, suaminya sendiri.
Untuk menyampaikan keinginannya, Indira rela menunggu hingga berjam-jam hingga waktu yang tepat agar suaminya dapat mendengar apa yang harus ia sampaikan terkait temuannya di lapangan.
“Kalau bertemu (suaminya, Danny Pomanto) saya katakan kita harus berjuang. Nanti dia lupa kalau kita tidak ingatkan selalu,” katanya.
“Saya kekeh kalau saya, bener-bener saya perjuangkan,” katanya lagi.
Salah satu persoalan yang saat ini masih menjadi momok di Makassar adalah pernikahan usai dini.
Sebagaimana diketahui, tahun 2023 lalu Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Selatan menyebutkan bila kasus pernikahan dini pada anak usia 15 tahun di Sulawesi Selatan berada pada peringkat pertama, yaitu 6,7 persen dibandingkan angka nasional yang hanya 2,46%.
Indira mengatakan bila pernikahan usia dini di Makassar umum terjadi di kalangan perempuan dari kelas menengah ke bawah. Dan, pernikahan ini terjadi bukan karena paksaan, namun, tetap saja memberikan kerugian pada pihak perempuan.
“Kalau pernikahan dini barangkali bulan madunya 1 bulan. Syukur kalau satu bulan, kalau seandainya (ada bulan madu), sudah (timbul) masalah (duluan). Jadi, dalam menyelesaikan persoalan ini, perempuan ada yang berpikiran pendek, ada juga yang panjang. Jadi, kita edukasi,” katanya.
Salah satu cara yang Indira lakukan agar bisa berperan dalam mendorong kesejahteraan perempuan dan anak adalah dengan mendirikan shelter yang khusus menyediakan lembaga bantuan hukum dan konseling.
Kata Indira, ia meminta pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan agar menyediakan shelter semacam itu di setiap kecamatan di kota tempat ia tinggal.
“Tempat itu akan menjadi solusi bagi perempuan dalam mencari jalan keluar,” katanya.