MEKKAH – Ditemukan jemaah lanjut usia (lansia) yang sudah sampai pada fase cuci darah ternyata dibiarkan ikut haji tanpa pendamping sama sekali.
Padahal sejak musim haji tahun 2023 lalu pemerintah mengaku telah meningkat layanan terhadap jamaah haji lansia yang berumur 65 tahun ke atas.
Hal ini berdasarkan temuan yang diperoleh oleh tim pengawasan DPD RI di Mekkah.
Abdul Hakim, senator DPD RI asal provinsi Lampung yang memimpin tim pengawasan haji DPD RI menemukan fakta yang tidak sama di lapangan.
Karena, bila pemerintah mengembangkan program “Haji Ramah Lansia”, maka seharusnya sudah tidak ada jamaah yang harus menjalani ibadah haji tanpa pengawalan ketat.
Menurutnya meski Pemerintah menetapkan bahwa istithaah kesehatan menjadi syarat pelunasan Bipih haji regular, namun faktanya layanan istithaah (kemampuan) kesehatan sejauh ini sebatas formalitas belaka.
“Seharusnya dengan komposisi jamaah haji yang sedemikian itu, layanan istithaah kesehatan yang diberikan oleh pemerintah diperketat serta dilakukan secara mendetail,” ujar Abdul dalam keterangan yang diterima oleh Redaksi The Editor pada Jumat (21/6).
Abdul juga menjelaskan bila menurut Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) jumlah jamaah haji yang berusia di atas 65 tahun berjumlah hampir 45 ribu orang.
Jika dirasiokan berdasarkan total kuota jemaah haji reguler yang berjumlah 213.320 orang, maka prosentase haji lansia hampir 21%.
“Jumlah ini tentu tidak bisa dikatakan sedikit,” ungkapnya.
Lansia ini, masih kata Abdul, terbagi dalam empat kelompok umur. Dimana dari 34.420 orang jemaah yang berada pada rentang umur 66 – 75 tahun.
Kemudian 8.435 lansia berada pada rentang umur 76 – 85 tahun, 1.835 orang lansia berada pada rentang umur 86 – 95 tahun dan 55 orang lansia berada di usia lebih dari 95 tahun.
Seharusnya dengan komposisi jamaah haji yang sedemikian itu, katanya lagi, layanan istithaah kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah diperketat serta dilakukan secara mendetail.
Masih menurut Abdul Hakim, sepanjang jamaah dengan resiko penyakit tinggi dan melakukan pemeriksaan secara rutin ke dokter, serta memiliki pola hidup mengikuti arahan dokter selama di Indonesia mungkin tidak ada masalah.
Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak malah mengganggu ritual ibadah di Mekkah.
Tambahan lagi UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh tegas menyebutkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional yang dilakukan oleh Pemerintah.
“Sehingga seharusnya Pemerintah secara optimal melaksanakan layanan kesehatan tersebut.” kata Abdul Hakim.
“Kedua temuan ini akan menjadi catatan dalam pengawasan DPD RI atas penyelenggaraan ibadah haji yang nanti akan diserahkan oleh DPD RI kepada DPR RI dan Pemerintah, “ tegas Abdul Hakim, menutup rilisnya kepada media.
Abdul mengatakan juga bila DPD RI sebagai perwakilan masyarakat dan daerah memiliki kepentingan langsung terhadap penyelenggaraan ibadah haji agar berlangsung aman, nyaman, tertib dan sesuai dengan ketentuan syariat.
Tim pengawasan haji DPD RI tersebut terdiri dari 9 orang yakni Abdul Hakim (Lampung), Mirati Dewaningsih (Maluku), Ajbar (Sulbar), Muhammad Gazali (Riau), Ria Saptarika (Kepri), Herry Efrian (Kep. Babel), Eni Khairani (Bengkulu), Bambang Sutrisno (Jateng), dan Tgk. Ibnu Halil (NTB).