20 C
Indonesia

Dirut PLN Ungkap Langkah Nyata Pencapaian Net Zero Emission dalam Forum ETWG-1 G20

Must read

YOGYAKARTA – Presidensi G20 yang diemban Indonesia menjadi momentum penting transisi energi hijau di Tanah Air dalam mencapai target net zero emission pada 2060.

Sebagai key player dalam transisi energi di Indonesia, PT PLN (Persero) telah menjalankan sejumlah langkah strategis untuk mendukung pengurangan emisi global.

Dalam forum Energy Transition Working Group (ETWG) 1 yang diselenggarakan di Yogyakarta pada hari Kamis (24/3), Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjelaskan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi dunia.

Baca Juga:

Salah satu langkahnya adalah melalui sektor kelistrikan seperti pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan juga meningkatkan inovasi dan teknologi untuk pengurangan emisi karbon.

Arifin juga mengajak seluruh negara G20 untuk mendiskusikan langkah-langkah yang dapat dikerjakan bersama dalam peningkatan inovasi untuk mengurangi emisi karbon.

Sebagai tuan rumah Presidensi G20, Indonesia membuka kerja sama kepada semua pihak untuk bisa mencapai target net zero emission pada 2060.

“Dalam pertemuan ini Indonesia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dan berdiskusi tentang teknologi yang ramah lingkungan, berkelanjutan dan affordable,” terang Arifin.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan, transisi energi merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk menghadirkan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang.

“Visi kita ke depan bukan hanya menghadirkan listrik yang andal bagi masyarakat, tapi juga menyalurkan energi hijau yang ramah lingkungan. Kita harus mewariskan kepada generasi mendatang ruang hidup yang sehat dan hijau,” paparnya.

PLN pun telah memetakan seluruh peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian NZE 2060.

Salah satunya adalah pengembangan pembangkit EBT sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Dalam RUPTL Hijau ini, porsi pembangkit listrik berbasis EBT pada 2030 ditargetkan mencapai 29 gigawatt (GW).

Untuk mencapai target tersebut, PLN bakal menambah pembangkit EBT baru hingga 20,9 GW. Khususnya, PLN juga akan mendukung industri di Kawasan Industri Hijau melalui pembangkit EBT.

“Pada 2021, kami sudah membangun pembangkit EBT sebesar 623 megawatt (MW) yang mayoritas adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA),” ujar Darmawan.

Menurut Darmawan, tahun ini PLN akan menambah kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 228 MW.

Hasil perinciannya menunjukkan bahwa akan ada PLTP yang beroperasi sebesar 45 MW. Sedangkan PLTA dan PLTM akan bertambah 178 MW dan pembangkit listrik tenaga bioenergi sebesar 5 MW.

Tak hanya menggencarkan pembangunan pembangkit EBT, PLN juga secara paralel menjalankan skenario mempensiunkan lebih awal (early retirement) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara bertahap hingga 2056 mendatang.

Tahap pertama, hingga 2030, PLN akan mengurangi 5,5 GW PLTU. Pada tahap kedua, PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 GW pada 2040.

Kemudian memasuki tahun 2050, PLN mengakhiri PLTU subcritical sebesar 18 GW dan supercritical 7 GW.

“Tahap terakhir pada tahun 2055, PLTU ultra-supercritical 10 GW dipensiunkan,” ujar Darmawan.

Ia menegaskan, PLN mengganti PLTU dengan pembangkit EBT. “Angka ini akan berkontribusi pada pengurangan emisi total sebesar 53 juta ton CO₂,” ungkap Darmawan.

Pengurangan emisi karbon tidak bisa menunggu seluruh PLTU pensiun. Maka, PLN dalam operasional PLTU juga menerapkan teknologi ramah lingkungan.

PLN, misalnya, menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi.

Program co-firing sendiri adalah upaya percepatan pencapaian target bauran energi EBT 23 persen tanpa harus membangun pembangkit baru dengan melakukan substitusi sebagian kebutuhan batu bara dengan biomassa di 52 PLTU.

Program ini menjadi salah satu langkah awal untuk pengurangan emisi. Hingga Februari 2022, program co-firing telah diterapkan di 28 PLTU dengan total energi hijau yang dihasilkan mencapai 96.061 MWh.

“Kami juga menjalankan program dedieselisasi melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah remote dengan pembangkit listrik berbasis EBT melalui skema hybrid,” lanjut Darmawan.

Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi yaitu ekspansi gas, pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar, hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen.

PLN juga terus meningkatkan efisiensi energi dan menekan susut jaringan.

“Kami juga gencar mengkampanyekan electrifying lifestyle dengan mengajak masyarakat beralih ke peralatan berbasis listrik seperti kompor induksi hingga kendaraan listrik,” ujarnya.

Darmawan menyebutkan, PLN membutuhkan total 75 miliar dolar AS (sekitar 10.759 triliun rupiah) untuk melakukan transisi energi ini. PLN membuka peluang kerja sama baik dari sisi investasi, financial fund, maupun sharing teknologi untuk mewujudkan semua rencana tersebut.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru