KOREA SELATAN – Fenomena mengisolasi diri dari dunia luar semakin marak di beberapa negara dan membutuhkan perhatian serius.
Di Korea Selatan, masalah ini ditangani dengan pemberian tunjangan per bulan yang dapat digunakan oleh penerimanya untuk membiayai hidup mereka.
Rencana ini diungkap oleh Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga Korea Selatan pada pertengahan April lalu, menyebutkan bahwa penerimanya akan mendapat bantuan senilai 650 ribu won (sekitar Rp7,4 juta) setiap bulannya.
Adapun target dari kebijakan ini adalah para pemuda berusia 9 hingga 24 tahun yang tertutup, suka menyendiri, kesepian, atau pun terasing, yang tinggal di rumah dengan kategori sederhana ke bawah.
Atau, mereka yang berasal dari keluarga dengan pendapatan di bawah rata-rata pendapatan nasional negara itu, yaitu 5,4 juta won (sekitar Rp61 juta) per bulan.
Langkah ini diharapkan dapat mendukung stabilnya psikologis dan emosional serta memungkinkan terwujudnya pertumbuhan yang sehat untuk mereka.
“Pemuda yang tertutup dapat memiliki pertumbuhan fisik yang lebih lambat karena gaya hidup yang tidak teratur dan nutrisi yang tidak seimbang,” kata kementerian itu.
“Dan kemungkinan besar akan menghadapi kesulitan mental seperti depresi karena kehilangan peran sosial dan adaptasi yang tertunda,” tambah mereka.
Dalam rilisnya, pihak kementerian menyebutkan bahwa sebanyak 338.000 orang usia 19 hingga 39 tahun di Korea menjadi “pribadi yang menyendiri seperti penghuni gua.”
Mereka yang masih termasuk ke dalam kategori remaja dan dewasa muda itu cenderung menyendiri di rumah selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Banyak dari mereka yang menyendiri berasal dari keluarga miskin dan mulai mengasingkan diri sejak usia muda.
Akan tetapi, bukan hanya kondisi finansial yang menjadi penyebab para pemuda penyendiri itu menutup diri mereka.
Ada yang mengalami perundungan (bullying), tertekan dengan persaingan akademik, konflik di dalam keluarga, hingga kurangnya perhatian dari orang tua mereka.
Oleh sebab itu, untuk mendorong para pemuda keluar dari ‘zona nyamannya’, yang membuat mereka tertinggal, pemerintah Korea Selatan menerbitkan kebijakan ini.
Mereka yang berkeinginan mendapatkan bantuan dapat mendaftarkan diri ke pusat kesejahteraan masyarakat, wali, konselor, atau guru mereka.
Nantinya, bantuan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, membeli perlengkapan sekolah/kerja, pengalaman budaya, bahkan kosmetik–seperti obat untuk menutupi luka.