19.1 C
Indonesia

Dana Tapera Untuk Rakyat Atau Untuk Negara?

Tapera dituding akan dipakai untuk membiayai program pemerintah. Program pemerintah yang dimaksud adalah pembangunan Ibu Kota Negara hingga makan siang gratis yang diusung presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Must read

JAKARTA – Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mengharuskan semua pekerja untuk ikut serta dengan iuran yang dihitung sebagai persentase dari gaji atau upah. Bagi pekerja yang berpendapatan di atas UMR, gaji mereka akan dipotong hingga 2,5% setiap bulan.

Dunia usaha pun tidak luput dari kewajiban ini, karena mereka harus menambahkan 0.5% dari gaji pekerja untuk iuran Tapera.

Fakta di atas mendorong pertanyaan lain, yaitu kebijakan ini sebenarnya untuk siapa? 

Baca Juga:

The Conversation dalam tulisannya mengatakan bila Badan Pengelola (BP) Tapera merupakan perluasan dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP) yang diluncurkan pada 2010 lalu.

Program FLPP merupakan fasilitas dukungan pembiayaan bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR) yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat. 

Uang untuk fasilitas pembiayaan tersebut berasal dari kantong negara. Dana yang dikeluarkan pun juga sudah mencapai lebih dari Rp100 triliun.

Namun, dalam aturan terbaru soal Tapera, dana FLPP akan dikurangi dan digantikan oleh pendanaan BP Tapera yang menampung dana masyarakat luas dan entitas bisnis. 

Ide ini dituding sebagai bentuk akal-akalan pemerintah untuk mengurangi beban pembiayaan perumahan bagi MBR.

Terkait dengan pengelolaan dana, laporan yang diterbitkan oleh BP Tapera diketahui  mencapai 8 triliun pada tahun 2022, dengan penempatan dana lebih banyak pada Surat Utang Korporasi (47%) dan Surat Berharga Negara atau SBN (45%). 

Tapera Biayai Program Prabowo?

The Conversation juga menyebut bila SBN diterbitkan pemerintah untuk membiayai anggaran negara, dengan cara meminjam uang dari investor yang membeli surat tersebut dengan keuntungan berupa kupon (bunga obligasi).

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah, melalui BP Tapera, mendorong pembelian SBN untuk mendukung berbagai program pemerintah. 

Program pemerintah yang dimaksud adalah pembangunan Ibu Kota Negara hingga makan siang gratis yang diusung presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Tak hanya itu, disebutkan juga bila Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan juga menyebutkan bahwa pada 2025 nanti akan terjadi defisit anggaran  600 triliun. 

Guna menutupi semua biaya itu, pemerintah dituding akan memerlukan pembiayaan dari berbagai sektor, termasuk pembiayaan dari SBN. 

Akhirnya BP Tapera dimanfaatkan pemerintah untuk membeli SBN tersebut.

Di sisi lain, diingatkan juga bila selama ini suku bunga BI—yang menentukan bunga utang—juga semakin meningkat.

Peningkatan suku bunga BI ini turut diikuti oleh peningkatan suku bunga deposito. 

Akibatnya, selisih antara suku bunga deposito dengan bunga manfaat SBN semakin menipis. 

Disebutkan juga bila dengan jangka waktu yang lebih pendek, seharusnya investor yang rasional akan memilih untuk menabung depositodari padaberinvestasi di SBN.

Karena BI mencatat dimana sepanjang Januari hingga April 2024, aliran modal asing yang keluar dari pasar SBN mencapai Rp46,61 triliun. 

Maka, dengan tingginya suku bunga acuan di Indonesia maupun bank sentral negara lain, maka sangat logis investor mulai meninggalkan instrumen SBN karena adanya alternatif yang lebih menggiurkan. 

Dengan posisi seperti ini, pemerintah dianggap bisa “memakasa” BP Tapera untuk membeli SBN dari dana yang dikumpulkannya.

Ada Bahaya Dibalik Tapera!

Masyarakat diminta ingat tentang berbagai kasus korupsi di lembaga pengelola investasi seperti di  PT Asuransi Jiwasraya, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), dan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen).

Tak lupa juga skandal Taperumgate, skandal pengelolaan dana cikal bakal Tapera, yang terindikasi korupsi meski tak bisa tuntas diselidiki di masa Orde Baru

Tujuanya agar masyarakat tidak mudah tertipu dengan program baru yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo ini.

Meski demikian,  iuran wajib Tapera tak melulu dianggap negatif karena juga dianggap bisa menurunkan tingkat konsumsi masyarakat.

Paling berdampak negatif pada Produk Domestik Bruto (PDB) karena masyarakat jarang berbelanja kan?

The Conversation memprediksi akan terjadi penurunan PDB sebesar Rp1,21 triliun karena kebijakan Tapera. 

Surplus bisnis juga diprediksi akan menurun sebesar Rp1,03 triliun, dan pendapatan pekerja akan turun sebesar Rp0,20 triliun.

Metode pendekatan Input-Output Nasional dan asumsi-asumsi termasuk rata-rata gaji, peserta terdaftar hingga penurunan konsumsi dijadikan sebagai patokan dalam penghitungan data ini.

Efek lain yang paling signifkan akan terjadi dari program Tapera ini adalah potensi hilangnya 470 ribu pekerjaan. 

Dampak ini dinilai terjadi karena penurunan daya beli masyarakat akibat penurunan pendapatan lantaran iuran negara bertambah dan subsidi langsung ke masyarakat berkurang. 

Masyarakat dinilai akan cenderung menahan belanja dan menekan laju konsumsi, yang lagi-lagi berimbas pada PDB dan pertumbuhan ekonomi.

Apa Solusinya?

Untuk itu, pemerintah diminta untuk mengubah kewajiban pekerja swasta dan mandiri membayar iuran Tapera menjadi sukarela, sembari tetap mewajibkannya bagi Aparatur Sipil Negara, POLRI, dan TNI seperti yang tujuan awalnya.

Selain itu, solusi lain yang ditawarkan adalah agar BP Tapera, bank kustodian (institusi keuangan yang menjaga aset nasabah mulai dari uang, saham hingga barang berharga) dan manajer investasi harus memberikan informasi detail mengenai posisi kekayaan dan investasi kepada peserta melalui berbagai kanal komunikasi. 

Peserta juga harus dapat menarik dana investasi sebelum pensiun atau berumur 58 tahun dong.

Terakhir, BP Tapera diminta harus melakukan asesmen terhadap portofolio investasi untuk memastikan tingkat pengembalian dan keamanan transaksi keuangan, serta menghindari konflik kepentingan. 

Dengan langkah-langkah ini, kebijakan Tapera dianggap dapat lebih adil dan transparan, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap ekonomi.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru