24.3 C
Indonesia

Cerita Warga Kalimantan Timur Yang Tersisih Karena Keberadaan IKN

Must read

BALIKPAPAN – Ruth Anita Koraag menangis karena rumahnya harus digusur untuk kebutuhan pembangunan jalan tol yang menghubungkan kota Balikpapan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan.

Seperti diceritakan oleh Channel News Asia (CNA), Ruth belum menyetujui ganti rugi yang diberikan sebesar Rp1,3 miliar karena harga yang dibuat oleh pemerintah menurutnya terlalu murah dan ia anggap juga tidak cukup untuk membeli rumah yang baru di Kalimantan.

Rumah tersebut selama ini juga dipakai sebagai gereja, karena suaminya, Setiyo Indro Purnomo ternyata juga adalah seorang pendeta.

Baca Juga:

“Kami takut setelah ganti rugi dibayarkan dan kami digusur, di mana kami akan tinggal?” kata Ruth, 41, dengan air mata yang berlinang kepala CNA yang terbit pada Rabu (14/8). 

Hari-hari ini, mereka diisi oleh suara bising ekskavator di lokasi pembangunan jalan tol, yang hanya terpaut 50 meter dari rumah mereka. 

Anak bungsu mereka yang berusia dua setengah tahun seringkali ketakutan mendengar suaranya. Keluarga itu juga hidup dalam kecemasan, khawatir suatu saat akan diusir paksa.

Jika pun nantinya mereka harus pindah, Setiyo tidak akan dengan bisa mudah membangun gereja lagi. Pasalnya ada persyaratan khusus untuk membangun tempat ibadah di Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim.

Di antara syaratnya, minimal harus mendapatkan persetujuan dari 60 warga setempat dan tempat ibadah itu harus memiliki setidaknya 90 jemaah.

BISING, DEBU DAN RETAKAN DI DINDING

Di Balikpapan, kota terdekat dari IKN, beberapa warganya merasa tidak diuntungkan dengan pembangunan ibu kota baru.

Saat ini IKN bisa ditempuh dengan dua jam berkendara dari Balikpapan. Namun ke depannya, pemerintah ingin memangkas waktu tempuh hingga setengahnya dengan adanya jalan tol baru.

Subroto, seorang tokoh warga, mengatakan akan ada ratusan orang yang terkena imbas dari pembangunan infrastruktur baru ini, termasuk keluarga Ruth.

Suami Ruth, Setiyo, mengaku setuju dengan pemindahan ibu kota ke Kalimantan dari Jakarta, kota metropolitan yang menjadi rumah bagi 10,5 juta orang. 

Menurut dia, keberadaan IKN akan memajukan perekonomian dan mengundang lebih banyak orang ke Kalimantan Timur, provinsi dengan populasi sekitar 3,7 juta penduduk.

Namun, Setiyo mengatakan pemindahan ibu kota seharusnya tidak merusak lingkungan atau mengganggu masyarakat yang hidup di sana.

“Kami sudah merasakan dampak dari pembangunan ini (IKN),” kata dia.

“Anak-anak saya secara psikologis terganggu dengan suara berisik (pembangunan jalan tol).”

Memang tidak semua warga di desa tempat Setiyo tinggal di Kelurahan Karang Joang akan digusur karena pembangunan jalan tol. Namun menurut Subroto, mereka juga ikut terkena getahnya.

“Dinding-dinding rumah mereka retak karena pembangunan,” kata Subroto.

“Pembangunan juga sangat berisik dan berdebu. Banyak warga yang sakit, termasuk saya. Kami batuk-batuk dan gatal-gatal,” imbuh pria 65 tahun ini.

Ketika CNA bertandang ke rumahnya pada 30 Juli lalu, Subroto menunjukkan retakan di dinding ruang tamu dan kamar mandinya.

CNA tidak bisa memastikan mengapa keretakan itu terjadi, namun menurut Subroto itu lantaran pembangunan jalan tol di dekat rumahnya.

Beberapa warga desa lainnya juga mengalami hal yang sama, kata Subroto. Mereka telah menuntut ganti rugi dari manajemen pembangunan jalan tol tersebut, tapi belum mendapatkannya.

Selain warga desa, beberapa jurnalis di Kalimantan Timur juga mengaku kesulitan mendapatkan informasi terkait IKN.

Ketika IKN pertama kali diumumkan, seorang jurnalis veteran di Balikpapan mengaku tidak sabar untuk meliput proyek tersebut.

Dia juga menyambut baik kemungkinan hadirnya rumah sakit dan sekolah yang lebih baik, sehingga menguntungkan masyarakat sekitar.

Namun kegembiraan itu perlahan memudar. Wartawan yang enggan disebutkan namanya ini mengaku kesulitkan meliput IKN.

Pertanyaan-pertanyaannya kepada otoritas IKN kerap tidak dijawab. Selain itu, kata dia, wartawan-wartawan lokal seringkali tidak diinfokan jika ada acara di IKN.

Pertanyaan soal bagaimana jurnalis lokal bisa meliput peringatan 17 Agustus di IKN belum juga terjawab sampai 7 Agustus lalu, 10 hari sebelum acara.

“Peringatan Hari Kemerdekaan pertama di IKN adalah sejarah. Dan saya yakin semua jurnalis mau meliputnya,” kata dia.

“Jadi saya bertanya kepada otoritas IKN bagaimana cara kami bisa meliputnya, tapi mereka bilang itu bukan tanggung jawab mereka. Lantas, dari mana kami sebagai wartawan lokal mencari informasi soal acara di daerah kami sendiri?”

Menurut dia, otoritas lebih memilih memberi informasi kepada wartawan di Jakarta. Hal ini, lanjut dia, yang kemudian memunculkan persepsi bahwa IKN hanya untuk kalangan elite.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Sekretariat Kepresidenan Heru Budi Hartono mengatakan bahwa pihaknya yang mengkoordinir peringatan Hari Kemerdekaan. 

Acara itu, kata Heru, masih didiskusikan dengan gubernur Kalimantan Timur dan Plt Kepala Otoritas IKN sekaligus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono.

“Kami masih mengumpulkan data soal kendaraan yang bisa masuk ke IKN pada Hari Kemerdekaan,” kata Heru kepada CNA pada 8 Agustus lalu.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru