27.4 C
Indonesia

Bisnis Tambang Baiknya Pakai L/C Bukan Bank Garansi, Ini Alasannya

Must read

JAKARTA – Banyak hal yang harus dipahami pengusaha lokal saat menjalin bisnis dengan pengusaha dari negara lain. Tujuannya adalah agar dikemudian hari tidak terjadi kerugian akibat tidak memahami perjanjian kerja sama antar kedua belah pihak. Terutama saat membangun bisnis di bidang pertambangan.

Salah satu metode yang disarankan oleh Penasehat Keuangan Ronawati Wongso agar urusan bisnis tidak morat-marit adalah dengan membangun bisnis diatas jaminan pembayaran oleh bank yang dilakukan secara bersyarat atau juga disebut dengan Letter of Credit (L/C).

Wanita yang berhasil menolong PT Maspion Group dari badai krisis moneter 1998 ini juga mengatakan bila sistem perjanjian dagang dengan menggunakan L/C sebagai pondasinya akan mempermudah perjalanan bisnis pengusaha lokal. Karena sistem ini lebih aman dan dibayar sesuai dengan perkembangan proyek yang tengah berlangsung.

“Yang penting ya, sebagian besar pembayaran akan dibayar kalau pemasangan sukses. Karena kalau tidak sukses bisa hanya seonggok besi tua,” ungkap Rona saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu.

Kemudahan ini terjadi karena aturan main dalam LC mengikuti aturan perdagangan internasional yang disebut juga Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP).

“Aturan ini berlaku diseluruh dunia,” jelas Rona.

Rona juga tidak merekomendasikan penggunaan metode Bank Garansi dalam proses perjalanan bisnis dengan pihak asing karena sistem ini menganut sistem negara asing tempat asal rekan pebisnis yang dijadikan sebagai rekan kerja di Tanah Air. Pasalnya Bank Garansi harus mengikuti hukum negara bank penerbit yang berlaku.

Kapan L/C Bisa Dipakai Bersamaan Dengan Bank Garansi?

Ronawati mengatakan bahwa dalam perjanjian bisnis antar dua negara pihak importir, yakni pengusaha lokal harus memperhatikan isi L/C secara detail. Isi L/C yang biasanya berbagai macam kesepakatan antar dua pihak, menurut Rona bisa disesuaikan dengan kebutuhan kedua belah pihak yang menjalin kerja sama.

“Isinya L/C itu bisa macam-macam. Isinya tergantung pengguna mau bagaimana berdasarkan kesepakatan dengan counter party. Ada L/C yang isinya simpel sekali dan ada juga yang sangat rinci. Pengusaha lokal disebut sebagai importir kalau dia mau bangun smelter dan bangun tambangnya” ungkapnya.

Rona menjelaskan bila penggunaan L/C dan Bank Garansi secara bersamaan dalam sebuah proyek kerja bisa terjadi, contoh di klausal LC pihak asing bisa mengambil uang muka sejumlah USDxx Untuk meminimalkan resiko maka pihak lokal (importir) bisa meminta bank garansi atas uang muka tersebut.

Ia menambahkan bahwa dalam mendesain kebutuhan L/C dan Bank Garansi perlu di analisa resiko yang dihadapi dan kebutuhan untuk meminimalkan atau menutup resiko.

“Apa yang dia pikirkan sehingga dia butuh keduanya (baik) L/C dan Bank Garansi. Dari situ kita tahu mengapa dia butuh keduanya dan kita lihatin apakah yang dia pikirkan untuk Bank Garansi sudah tercover apa belum di L/C,” pungkasnya.

Bank Harus Hati-Hati Saat Mengeluarkan L/C

Sementara itu, bank-bank nasional harus berhati-hati dalam memberikan jasanya mengeluarkan L/C bagi para eksportir. Pasalnya, tak sedikit eksportir “nakal” yang dari awal berniat menipu pihak bank demi kepentingan sepihak.

“Penipuan atau fraud bisa dilakukan dalam hal dokumen atau benar-benar fiktif,” terang Ramlan Ginting, Deputy Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia seusai Media Workshop Memahami Fungsi dan Peranan Bank Dalam Perdagangan Internasional: Segmen Nasabah Skala Menengah dan Besar dalam Kompas pada (25/6) lalu.

“Yang memprihatinkan adalah pihak bank tidak menyadari hal tersebut, karena dana terus mengalir,” sesal dia.

Ramlan menerangkan, permasalahan tersebut hanya dikategorikan tindak hukum pidana, dan sulit menjerat pelakunya. “Penipu hanya dikenai hukuman perdata, belum ada perjanjian antarnegara yang mengatur masalah ini,” tuturnya.

Untuk menghindari hal itu, lanjut Ramlan, yang pertama kali harus dilakukan bank adalah bekerja sama dengan pihak maskapai pelayaran untuk memeriksa tanda tangan yang ada pada dokumen ekspor tersebut.

“Memang tidak ada kewajiban bagi bank untuk memeriksa tanda tangan pada dokumen ekspor, tapi penipu itu mempunyai otak bisnis yang lihat,” ujarnya.

Hal kedua, kata Ramlan, pegawai yang bertugas yang memeriksa dokumen adalah orang yang dapat dipercaya, pasalnya posisi checker berada di garis terdepan.

Checker itu posisi strategis, kalau pada checker beres maka yang selanjutnya akan ikut beres,” terangnya. Selain itu, bank juga perlu memperhatikan informasi penipuan yang diajukan oleh buyer atau pihak ketiga lainnya sebelum bank melakukan pembayaran L/C.

“Bank wajib menolak pembayaran L/C jika terbukti ada penipuan dalam dokumen yang diajukan dan transaksi dasar,” kata dia.

Kalau hal-hal tersebut dilakukan, Ramlan menyakini, jumlah penipuan akan semakin berkurang. “Jika bank teliti, maka tindak penipuan akan dapat ditekan. Yang diuntungkan pihak bank juga,” pungkasnya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Baru