IHSG RENTAN, BLOCKCHAIN SEMESTINYA JADI SOLUSI
Pertumbuhan rapuh IHSG di bawah bayang-bayang modal asing beberapa hari terakhir ini mewarnai dunia bursa yang mengakibatkan BEI (Bursa Efek Indonesia) harus melakukan trading halt, yaitu kebijakan penghentian sementara pasar saham pada Selasa (18/3/2025).
Akibatnya, narasi media di Indonesia mulai ramai membicarakan tentang issu akan kemunduran Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang pada akhirnya dibantah olehnya di waktu yang hampir bersamaan juga.
Trading halt yang terjadi pada BEI membuat banyak investor mempertanyakan kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto. Pasalnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akhir-akhir ini guncang menuai banyak tanya. Apalagi IHSG masih dianggap sebagai barometer kesehatan ekonomi di Indonesia.
Kondisi ini memicu tagline ‘Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik’ saja menjadi pembicaraa hangat di media sosial.
ADA APA DI IHSG?
Saat ini, kepemilikan asing terhadap pasar saham Indonesia masih didominasi oleh investor asing, yakni sebesar 30-40%. Kondisi ini juga diperburuk dengan rupiah yang melemah di posis Rp 16.576 per Dolar Amerika.
Berbeda dengan China dimana pasar saham meraka dimiliki oleh sekitar 90% oleh lokal. Jadi, bursa di Tiongkok cenderung terjaga, apalagi Bank Sentral China (PBOC) juga memiliki cadangan devisa USD 3,2 triliun untuk menjaga stabilisasi.
Begitu juga dengan Rusia dimana cejas tahun 2022 lalu, kepemilikan using di Moscow Exchange drastis turun hingga 20%. Aturan pelarangan penjualan aset oleh asing serta pengaturan stabilitas mata yang dengan menggunakan komoditas seperti minyak dan gas membuat negara itu makin buat.
Hal ini disebabkan kedua negara tersebut menerapkan intervensi ketat pemerintah pada pasar modal, sementara Indonesia cenderung lebih bebas.
KENAIKAN IHSG HANYA ILUSI
Kenaikan IHSG sering dianggap sebagai keberhasilan ekonomi, tetapi tanpa penguatan fundamental seperti di industri manufaktur, teknologi dan UMKM.
Padahal, pertumbuhan ini hanya ilusi yang rentan dihancurkan oleh keputusan investor asing atau oknum investor yang ingin melakukan intervensi terhadap kebijakan Negara.
Bukankah kita pernah mengalami hal serupa pada tahun 1998? Alasan mendasar Indonesia tidak terlalu berdampak pada krisis global 2008 dan 2018 adalah karena tingginya sektor riil dan tumpuan ekonomi di pelaku mikro.
Hal ini memang cukup berbeda dengan masuknya industri pinjol yang menyasar masyarakat ekonomi menengah ke bawah, yang meningkatkan daya beli secara instant, namun memberikan efek menghancurkan secara berkala hingga saat ini.
APA ALTERNATIF YANG DITAWARKAN?
Sementara IHSG terjebak dalam ketergantungan pada modal asing, pasar kripto Indonesia justru menunjukkan ketahanan berbasis modal lokal, sekaligus selaras dengan tren global ekonomi digital.
Potensi pasar kripto juga sangat besar karena didominasi oleh ritel lokal yang terhubung dengan likuiditas global melalui arbitrase harga. Contoh: Harga Bitcoin di Indodax mengikuti tren Binance.
Sementara itu, negara lain seperti Singapura dan UE (Uni Eropa) mengintegrasikan regulasi kripto dengan standar global (MiCA-Markets in Crypto-Assets Regulation) tanpa mengorbankan kedaulatan rakyatnya.
Jadi, peluang mengembangkan ekonomi digital berbasis Pancasila masih sangat besar. Salah satunya adalah dengan mengembangkan blockchain yang dapat dipakai sebagai alat inklusi keuangan, seperti pengembangan smart contract untuk UMKM atau transparansi bantuan sosial.
India sudah berhasil menggunakan blockchain untuk subsidi pupuk, Estonia memakai cara ini untuk mengembangkan e-governance. Jadi, pemerintah kita semestinya mulai berani mengambil kebijakan ekstrim untuk menciptakan pasar modal yang sehat dan di dominasi oleh dana lokal.
Transaksi blockchain di Indonesia tercatat di tahun 2024 kemarin sebesar 294 triliun dan pernah mencapai 859,4 triliun pada tahun 2021. Walaupun harus diakui 97% lebih merupakan perdagangan koin asing karena masih minimnya developer di Indonesia dan market Indonesia yang cenderung bermain pada meme koin yang bersifat spekulatif.
Oleh karena itu penciptaan koin berbasis asset riil atau yang dikenal sebagai Real World Asset (RWA) menjadi sebuah peluang besar untuk dapat diwujudkan oleh developer token di Indonesia.
Pada era baru ini, dimana belum ada satu negara pun yang menjadi pemimpin pasar. peluang Indonesia menjadi market leader, sangat terbuka lebar.
Dalam kondisi ekstrem untuk melepaskan ketergantungan IHSG terhadap intervensi investor asing, bukan tidak mungkin jika Indonesia menerapkan system swap saham dan kripto untuk ikut menyehatkan pasar modal di Indonesia.
Bukan kali ini saja IHSG menjadi sangat politis karena beberapa di Pemilu tahun 2023 lalu IHSG selalu dijadikan indeks kepercayaan publik untuk menjadi dasar pilihan presiden, kebijakan ekonomi, atau mungkin menjadi dasar pengaruh seseorang tertentu.
BLOCKCHAIN SEBAGAI PILAR INDUSTRI FINANSIAL BERDAULAT
Ekonomi Pancasila mengedepankan prinsip keadilan sosial, gotong royong dan kedaulatan nasional. Untuk mewujudkannya, industri finansial Indonesia perlu memadukan nilai-nilai ini dengan inovasi teknologi seperti blockchain.
Blockchain dapat memastikan transparansi anggaran pemerintah atau distribusi subsidi BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk mencegah korupsi. Misalnya, dengan melacak rantai pasok hasil pertanian dari petani ke konsumen dalam program Tani Chain yang dikembangkan oleh pemerintah tahun 2023 lalu.
Blockchain memungkinkan akses keuangan melalui dompet digital berbasis komunitas, seperti koperasi yang menerbitkan token lokal. Hal ini sangat penting karena 66% penduduk Indonesia masih unbanked.
Kenya sukses dengan sistem mobile money M-Pesa, sementara Indonesia bisa mengembangkan versi blockchain-nya bukan?
BLOCKCHAIN DIKELOLA BUMN DAN INDONESIA DAPAT BEBAS DARO PLATFORM ASING
Blockchain nasional yang dikelola BUMN (seperti Peruri atau Telkom) dapat mengurangi ketergantungan pada platform asing.
Kita mungkin bisa meniru China yang mengembangkan Blockchain-based Service Network (BSN) untuk infrastruktur digital nasional.
Indonesia bisa menjadi hub blockchain Asia Tenggara dengan menjalin kemitraan setara, seperti proyek CBDC (mata uang digital bank sentral) dengan negara ASEAN.
Mungkin inilah waktunya untuk beralih dari ilusi menuju kedaulatan. IHSG mungkin masih menjadi salah satu patokan ekonomi makro indonesia tetapi ketergantungannya pada modal asing hanya menciptakan ilusi pertumbuhan.
Ingat, Ekonomi Pancasila yang berdaulat harus berpijak pada dua pilar, yaitu memperkuat pasar modal lokal dengan mengurangi dominasi asing melalui kebijakan capital control selektif dan insentif bagi investor domestik dan memanfaatkan teknologi blockchain untuk membangun infrastruktur finansial inklusif, transparan, dan berbasis nilai-nilai kebangsaan.
Penurunan pasar modal bukanlah bentuk dari kehancuran ekonomi. Dari segi penyumbang devisa negara, pasar modal berada di peringkat 8, masih di bawah komoditas sawit, batubara, bahkan pekerja migran Indonesia. Dan pemerintah telah menerapkan kebijakan baru untuk meningkatkan devisa negara dari sektor tersebut.
Dengan cara ini, Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam permainan modal global, tetapi menjadi arsitek ekonomi masa depan yang berdaulat, adil dan berkelanjutan.
Penulis: Sabdo Yusmintiarto – Co Founder Farmsent.io, Ketua IRWATA