THE EDITOR – Tidak banyak koreografer dan sutradara di dunia ini yang berani dan mampu membuat drama tari topeng kolosal karena tingkat kesulitannya yang cukup tinggi.
Hal ini diungkapkan oleh Maestro Tari dan Topeng dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Hari Mulyatno tentang saat diajak berbincang oleh The Editor tentang keberadaan Tari Bedhayan Topeng karya Toni Haryo Saputro yang jarang dimunculkan ke publik oleh Sang Sutradara sendiri.
“Tarian yang dibuat oleh Mas Toni ini sebenarnya langka karena dibuat dalam bentuk semi kolosal dan jumlah penarinya banyak. Kenapa saya bilang langka? Karena tari topeng itu nggarapnya susah, narinya susah. Makanya jarang ada sendra tari seperti itu jarang ada di mana-mana, bahkan di dunia. Coba cari di Youtube saja tidak ada,” kata Hari Mulyatno mengawali pembicaraan.
Perlu diketahui, Toni Haryo Saputra adalah seorang Sutradara Tari Bedhaya Topeng yang salah satu karyanya digunakan oleh pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo.
Toni sendiri secara khusus menciptakan Tari Bedhaya Topeng khusus untuk dipentaskan kepada masyarakat di Solo sebagai bentuk kecintaannya pada dunia tari.
Dalam waktu dekat ini, Tari Bedhaya Topeng akan dipentaskan kembali ke khalayak ramai dalam sebuah festival Tari Bedhayan.
Menurut Hari, kemunculan Tari Bedhaya Topeng ini kembali ke publik akan menjadi sangat fenomenal karena tingkat kesulitan tarian ini di atas rata-rata.
Bahkan, Hari juga mengatakan bila karya Toni tersebut berhasil memperbaharui khasanah budaya Jawa.
“Susah sekali membuat tari topeng, apalagi dibuat dalam bentuk kelompok. Untuk budaya Jawa ini menjadi sebuah kebaruan karena memakai topeng seperti bedhaya dengan menggunakan topeng. Ini kebaruan yang sangat sulit,” ungkapnya.
SESULIT APA TARIAN INI UNTUK DIMAINKAN?

Gerakan yang rumit dalam Bedhayan Topeng karya Toni Haryo Saputro (FOTO: Istimewa/THE EDITOR)
Meski hanya berdurasi 12 menit saja, lanjut Toni, namun, menari dengan gerakan yang sangat halus dan lambat sembari memakai topeng bukanlah hal yang mudah.
“Itu karena kesulitan teknis, apalagi tari jawa itu halus, semakin halus semakin susah,” kata Hari mengawali.
Pasalnya, bila seorang penari harus bisa bergerak melebihi gerakan wajah normal pada umumnya agar bisa membuat topeng tersebut menjadi hidup dan tidak monoton.
Selain itu, penari dan topeng yang dipakai juga harus bergerak seirama. Bila tidak, maka topeng yang digunakan tidak akan bergerak mengikuti arah wajah dan mata yang ingin ditunjukkan.
“Topeng itu gerak wajahnya melebihi gerak wajah kalau tidak pakai topeng. Jadi kalau menoleh tanpa topeng bisa menoleh, tapi kalau pakai topeng belum tentu, jadi gerakannya harus lebih, itu yang tidak gampang. Lehernya bisa sakit karena gerakannya over, itu yang tidak gampang. Kalau tidak over bolehnya maka topengnya tidak gerak,” katanya.
Hari memuji Toni yang menurutnya berhasil menyusun koreografi yang sempurna di karyanya tentang Bedhayan Topeng karena selama ini belum pernah ada sutradara yang sanggup menangani penari kelompok topeng secara sempurna. Terlebih lagi, di Indonesia sendiri belum ada koreografer yang sanggup mendidik penari berkelompok dimana jumlah penarinya lebih dari 2 orang.
“Kelebihannya lagi membuat tari kelompok dengan topeng itu menggarapnya yang susah karena koreografer harus menangani satu per satu orang,” ungkapnya.
Hari yakin para penikmat tari akan terkesima dengan karya Bedhayan Topeng yang dikeluarkan oleh Toni karena menurut pengamatannya, Toni berhasil membuat topeng para penari tersebut hidup dan bergerak seirama dengan tubuhnya.
“Tari topeng mas toni itu penari tidak menguasai topeng yang dia pakai, maka harus ada koreografer seperti Mas Toni untuk mengarahkannya,” ungkapnya.
MENCARI PENCINTA SENI YANG MAU IKUT MEMPERKENALKAN BEDHAYAN TOPENG KEPADA KHALAYAK RAMAI
The Editor juga berkesempatan bertemu dan mewawancarai Toni tentang karya Bedhayan Topeng yang akan ditampilkan dalam festival tahun 2025 ini.
Toni mengatakan bila secara pribadi, Ia ingin Bedhayan Topeng garapannya dapat dinikmati oleh banyak pihak secara gratis.
Namun, Ia tidak ingin mengeluarkan karya tanpa persiapan yang sempurna. Untuk itu, para penari yang Ia ajak untuk berpartisipasi di Bedhayan Topeng garapannya ini berasal dari lulusan S1 dan S2 ISI Surakarta.
Tak hanya itu, secara khusus, Ia juga ingin memberikan suguhan yang istimewa dengan mengajak pengiring musik dari Solo yang sudah terkenal dengan kehebatan mereka seperti Lumbini Trihasto yang selalu berkarya bersama Toni.
Mau ikut berpartisipasi dalam karya-karya koreografer seperti Toni? Komen ya.