THE EDITOR – Jurnalis Senior sekaligus mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan terpilih sebagai Ketua Komisioner Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers untuk masa kepengurusan Dewan Pers tahun 2025 – 2028.
Masa depan jurnalistik Indonesia tampaknya akan menjadi semakin baik dan mendapat titik terang karena Abdul Manan dalam karirnya terkenal sangat cepat dalam merespon informasi serta jujur.
Dalam pertemuan dengan Abdul Manan di Korea Selatan pada tanggal 4-11 Maret 2018 lalu dalam acara World Journalists Conference di Korea Selatan, Abdul Manan menunjukkan protesnya atas opini seorang utusan dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang bicara tentang Hari Pers Nasional (HPN) yang selama ini mencari dana dari luar media untuk pelaksanaan momen penting bagi pers tersebut.
World Journalists Conference sendiri adalah pertemuan tahunan yang diadakan oleh Asosiasi Jurnalis di Korea Selatan dengan menghadirkan puluhan wartawan dari seluruh dunia. Jadi, wajar saja Abdul Manan terkejut bila utusan PWI saat itu tidak mendukung independensi media dan hak-hak wartawan yang tidak pernah diperhatikan selama ini.
Saat itu, Abdul Manan dengan tegas mengatakan kepada utusan PWI tersebut bahwa HPN tidak bisa dijadikan sebagai ajang mencari uang dalam kondisi apapun. Dari tatapan matanya juga terlihat bila Ia tidak akan kompromi terhadap segala bentuk kejahatan dan kecurangan dalam mempertahankan hak-hak wartawan.
BAGAIMANA AWAL KEJADIANNYA?
Abdul Manan awalnya mempertanyakan bagaimana cara pemerintah merayakan HPN yang begitu besar di tengah kondisi keuangan PWI dan Dewan Pers yang tidak mumpuni kepada utusan PWI saat itu bernama Yoga.
Jawaban dari Yoga yang mengatakan bila HPN dirayakan selama ini dengan cara mencari sponsor membuatnya terkejut.
Saat itu juga Ia langsung mengatakan bila HPN sudah melenceng dari tujuan awal didirikan. Bahkan, Ia mengkritik tajam acara HPN yang Ia ketahui justru dibuat melalui pencarian dana lewat sponsorship.
Sepanjang perjalanan, saya mendengar banyak tentang isi pikiran Abdul Manan sebagai seorang jurnalis yang telah berkecimpung di pekerjaan ini selama puluhan tahun.
Abdul Manan sendiri bekerja sebagai wartawan di Tempo. Dalam diskusi tersebut Ia katakan kekecewaannya terhadap perayaan HPN yang menurutnya sudah melenceng dari aturan yang pernah ada.
Sekembalinya dari Korea Selatan, Abdul Manan tetap menyampaikan kritiknya yang tajam pada perayaan HPN tersebut.
Tepatnya pada jumat, 8 Februari 2019, bertempat di Kantor Komisi nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Ia dan rekan-rekan jurnalis lainnya menggelar acara jumpa pers.
Disadur dari CNN, dikatakan bila Abdul Manan mengatakan bila HPN hanya dijadikan oleh sejumlah pejabat dan wartawan untuk kongkow-kongkow saja selama ini.
Bahkan, acara tersebut tidak lagi menjadi ajang untuk menghormati independensi wartawan karena HPN justru dijadikan sebagai kesempatan untuk mencari uang oleh oknum yang terlibat di dalamnya.
Dengan kata lain, Abdul Manan mengatakan bila HPN hanya sebatas selebrasi untuk mengeruk keuntungan saja tanpa memikirkan nasib wartawan sama sekali.
“Yang juga menjadi kekecewaan kami bahwa acara han ini jadi ajang kongkow-kongkow pejabat dan wartawan-wartawan,” ungkap Abdul Manan saat itu.
PESTA PORA HPN PENYEBAB BANYAK PERUSAHAAN MEDIA HANCUR
Saat itu, Abdul Manan juga mengatakan bila kini banyak bisnis media hancur karena minimnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada jurnalis-jurnalis independen di Indonesia.
HPN juga dinilai tidak menjadi momen bagi pengambil kebijakan untuk mendukung kemerdekaan pers dan keamanan wartawan dari kriminalisasi.
Menurutnya, kebijakan yang dibuat dan disahkan menjadi sebuah produk hukum tentang dua hal di atas jauh lebih penting dari pada sekedar hadir di acara HPN dan mengucapkan selamat atas hari HPN.
Semoga perjuangan Abdul Manan terus berlanjut untuk memperjuangkan hak-hak para wartawan.
Bagaimana menurut anda perjuangan Abdul Manan ini? Beri komentar di bawah ya.